Blurb
Aku mungkin bukan satu-satunya yang merasakan pahitnya hidup ini. Dari perceraian orang tua yang memecah belah keluarga, menjadi korban bullying yang merampas rasa percaya diri, hingga harus hidup di tengah keluarga yang dipenuhi toxicitas, aku menanggung semua ini. Trauma demi trauma, keterasingan yang semakin dalam, dan rasa tak dianggap yang seolah menelan diriku bulat-bulat, bahkan untuk sekadar berbicara pun terasa seperti tidak punya ruang atau kesempatan.
Namun, kali ini aku ingin mengungkapkan semua perasaan itu. Bukan wanita gila yang mencari belas kasihan, tapi untuk menunjukkan bahwa aku masih ada, masih merasa, dan masih berjuang.
Ini adalah kisah hidupku, perjalanan seorang gadis biasa yang terpaksa mengarungi hidup sendirian, menghadapinya tanpa banyak pegangan, tetapi tetap mencoba untuk bertahan. Perjalanan ini adalah tentang penyembuhan, bukan hanya dari masa lalu, tetapi juga dari rasa sakit yang tersembunyi dalam diri.
Luka-luka yang terbentuk di masa kecilku menjadi beban yang aku bawa selama bertahun-tahun, sampai aku menemukan keberanian untuk menghadapinya. Melalui proses yang tak mudah, aku mulai memahami bahwa menyembuhkan inner child berarti belajar mencintai diri sendiri dengan segala kekurangan. Ini adalah kisah tentang menemukan kembali kekuatan, memaafkan diri sendiri, dan memperjuangkan kesehatan mental. Dalam setiap langkah yang aku ambil, aku berjuang untuk menjadi versi terbaik dari diriku.
Lewat setiap kata yang kutulis, aku berharap kalian bisa mendengar jeritan hatiku yang selama ini terkunci. Aku ingin kalian tahu, kalian yang juga merasakan kesakitan dan kepedihan, bahwa kalian tidak sendirian.
Tulisan ini bukan sekadar luapan emosiku, tapi sebuah pesan bagi kalian yang hampir kehilangan harapan. Aku ingin menjadi pengingat bahwa di tengah gelapnya hidup, masih ada cahaya. Bersama kita adalah pejuang-pejuang mental yang terus berjuang, meski terkadang tak terlihat. Pelukan hangat dari kejauhan untuk kalian semua yang sedang bertarung dengan diri sendiri.