"Ada apa ini?"
Elena Pradita, gadis yang masih kuliah itu baru saja tiba di rumah sakit. Tatapannya tertuju pada wajah ibunya yang sembab. Wanita paruh baya itu terduduk sendiri di depan ruang ICU sambil meremas tisu di tangannya.
Elena berjalan cepat, menghampiri wanita paruh baya yang terlihat menyedihkan itu.
"Ibu, ada apa?" tanya Elena mendekat.
Bu Ningsih menoleh, tatapannya sendu lalu tangan lemahnya memeluk Elena.
"Dia... tak akan bertahan lama kalau kita tak segera menenangkan urusan ini Elena," ucap ibunya lirih.
Elena mengerutkan kening. "Apa maksud Ibu?"
Bu Ningsih melepaskan pelukannya, lalu menatap putrinya dengan mata merah.
"Perusahaan kita bangkrut. Semua harta nyaris habis, Ele. Dan satu-satunya jalan keluar adalah menerima perjodohan ini."
"Perjodohan?" Elena mengerutkan keningnya.
"Perjodohan apa maksud ibu? Aku tak pernah mendengar ada kata perjodohan selama ini," tutur Elena bingung.
Perjodohan antara siapa?
Bu Ningsih menyentuh kedua tangan Elena.
"Ele, ibu tidak tahu bagaimana menyembuhkan ayahmu selain meminta bantuannya nak."
"Tunggu dulu ibu, aku tak mengerti. Bisakah ibu ceritakan pelan-pelan agar aku memahaminya?" tanya Elena.
Jantung nya telah berdetak kencang. Ia seperti meraba dan menebak apa yang ingin dikatakan ibunya. Tapi, Elena masih berharap apa yang ada di pikirannya tidak pernah terjadi.