"Kak Aurel buka pintunya!!" teriak Alana tidak sabaran. Tangannya sudah sakit akibat terlalu lama mengetuk pintu kamar Aurel, namun Aurel tak kunjung membukanya.
Dengan semangat Alana menggedor pintu kamar Aurel, sampai akhirnya dibuka juga oleh Aurel.
"Apaan sih, malem-malem berisik tau nggak?!" seru Aurel.
Alana menyengir. "Kak pinjem buku fisika kelas sepuluh dong," pintanya tanpa dosa. Wajah Aurel sudah merah karena menahan amarah menghadapi adiknya ini.
"Makanya kalau disekolah guru nerangin itu didengerin bukan main hp mulu," sindir Aurel.
"Udah cepetan mana!?" paksa Alana. Aurel mendengus sebal, tetapi dia tetap menuruti permintaan Alana tadi.
Aurel menarik kardus besar dari kolong tempat tidur dengan susah payah. Di dalamnya terdapat buku tulis maupun Lembar Kerja Siswa (LKS) punyanya sejak kelas sepuluh SMA. Ia memang sengaja menyimpannya siapa tahu nanti butuh lagi, dan sekarang terbukti, dengan adanya Alana di kamar Aurel saat ini.
Aurel kembali sibuk dengan laptopnya di meja belajar. Alana masih mencari buku fisika kakaknya waktu kelas sepuluh, lantai kamar Aurel sudah dipenuhi buku-buku pelajaran, tentu saja ulah Alana.
"Kak, ini kok dua sih? Yang bener yang mana?" tanya Alana. Tangannya menunjukkan dua buku tulis yang sama-sama bertuliskan fisika kelas sepuluh.
"Satunya buku catatan, yang satunya lagi buku tugas," jawab Aurel. Matanya masih mengarah pada laptop didepannya.
Alana mengangguk puas, hampir saja dia berdiri dari duduknya, teguran Aurel membuatnya mendengus kesal.
"Jangan lupa beresin lagi," tegas Aurel.
Alana cemberut. "Iya, ini juga mau diberesin, Nyonya besar," ucapnya tajam. Aurel terkekeh, kalau Alana merespons seperti ini, tingkat kekesalannya sudah cukup tinggi.
Kehidupan Aurel di kamarnya sangat tenang, ketika Alana melangkah keluar dari kamarnya. Tidak ada lagi si pengganggu yang mengacaukan hidupnya.
"Kak Aurel!!" teriak Alana dari luar pintu. Aurel mendengus kesal, dalam hatinya dia mengucapkan istigfar menghadapi adiknya yang cukup gila.
Klek suara kunci diputar membuat Alana menghela napas lega. Dia pikir Aurel tidak akan membukakan pintu kamarnya karena terlalu kesal dengan Alana.
Alana nyengir kuda saat berhadapan dengan wajah jutek kakaknya. Meskipun terlihat menyeramkan bagi beberapa orang, namun tidak lagi bagi Alana.
"Apa lagi sih, kalau nggak penting banget gue tendang lo ke planet pluto," tandas Aurel. Alana tersenyum tipis, sifat kakaknya memang beda tipis dengan sifatnya yang kadang barbar dan gila. Tetapi beda, dalam artian Aurel ceplas ceplos saat dia sudah sangat kesal terhadap sesuatu.