Seragam putih dokter itu sungguh menyilaukan banyak pasang mata yang menatapnya, namun jauh dari kesilauan hati dan perasaan seorang gadis berparas cantik. Ia tersenyum sedih waktunya seperti di kebiri untuk melenggangkan janji baktinya pada jiwa-jiwa yang saat itu sedang membutuhkan pertolongan.
Gadis dokter cantik itu bernama Bulan, sungguh bercahaya raut wajahnya seperti bulan menyinari sinar indahnya menerangi semesta jagat ini pada malam hari. Tapi siang itu, relung hati dan kerutan raut wajahnya tidak seindah sinar senyuman sinar paparannya. Bulan hanya bisa terenyuh sedih seraya dirinya terkekang, dua tangannya terikat untuk tidak bisa menolong.
"Bapak, bawa anak ini segera pulang saja!" ketus terucap dari bibir tebal suster berperawakan gemuk dan mengenakan seragam serba biru muda.
"Suster, tolong anak saya. Anak saya sedang sakit," lirih terdengarnya, seraya lelaki setengah baya memohon pada suster mengusir anak lelaki yang sedang terbaring di bangsal.
Hati nuraninya terpanggil menjerit, bagai menghempas karang di tepian lautan. Gadis cantik berseragam dokter itu tidak peduli, andai tidak mengikuti kebijakan rumah sakit dimana ia bekerja saat itu, tentu akan ada konsukwensi baginya.
"Cepat turun. Ini rumah sakit. Kalau kamu tidak punya uang jangan berobat!"
Suster berperawakan gemuk itu bingung terdiam dan dua tangannya tidak berani kembali melanjutkan mendorongnketika melihat Bulan memeluk erat anak lelaki kecil itu terdiam, dua matanya terenyuh sedih menatap lelaki setengah baya, yang adalah Ayahnya.
"Kamu harus tetap berada disini dan kamu harus harus sembuh ya, Dik," yakin sekali ucapan gadis berseragam dokter, sungguh bercahaya berkilau seragam yang di pakainya saat terpapar sinar matahari yang menyelinap masuk dari celah jendela ruangan IGD.
"Dokter?"
Hanya gelengan kepala gadis berparas cantik pada suster sontak terdiam. Sungguh mulia niat tulus janji bakti dokter cantik itu, ia sepertinya rela andai saja kebijakan rumah sakit akan memutuskan mata rantai propesinya sebagai seorang dokter, karena ia tidak mengikuti kebijakaan rumah sakit.
"Saya paham yang suster maksud. Anak ini harus kita tolong, dia sedang sakit, suster. Saya paham dengan kebijakaan rumah sakit saat ini untuk tidak membantu pasien yang tidak memiliki uang. Keadaan saat ini sungguh saya pahami, karena krisis ekonomi membuat management rumah sakit untuk tidak lagi membuka lebar-lebar pintu bagi orang miskin untuk berobat. Tapi jangan mengebiri kebebasan saya untuk menolong pasien. Hati saya sedih dan tidak mungkin tinggal diam melihat anak kecil ini di biarkan saja. Saya tidak peduli, andai saya memberontak dan melanggar kebijakaan rumah sakit. Saya siap di keluarkan. Tapi janji bakti saya tersumpah untuk selalu mengutamakan dan menolong siapapun, tidak terkecuali siapapun dia,"