Bulan dan Langit

sabina
Chapter #2

Sebuah tumpangan

“Gue hari ini nggak bisa anterin lo pulang, ada latihan. Nggak apa-apa ya?”

Bulan tersenyum manis ke arah Bintang, lelaki itu terus saja merasa tidak enak jika ia tidak bisa mengantarkan Bulan pulang padahal gadis itu sering kali berkata bahwa dirinya tidak masalah jika Bintang tidak mengantarnya pulang tetapi tetap saja Bintang merasa tidak enak.

“Nggak apa-apa Bintang, gue bisa pulang sendiri” jawab Bulan kemudian memegang kedua tangan Bintang.

“Lo pulang bareng Sierra aja ya? Biar lebih aman” ucap Bintang yang membuat Bulan menggelengkan kepalanya.

“Nggak usah, lagian gue udah sering ngerepotin dia”

“Lo yakin mau pulang sendiri?” tanya Bintang ragu.

Bulan menghela nafasnya kemudian tersenyum, “Iya Bintang, udah sana latihan” ucapnya dengan nada mengusir.

Bintang berdiri kemudian mengacak rambut Bulan, “Yaudah deh, hati-hati ya Bul!”

Bulan terkekeh kemudian bangkit dan berjalan ke arah halte yang berada di depan sekolahnya. Sebelum itu Bulan menyempatkan diri untuk menyumpal kedua telinganya dengan headset, dengan cara mendengarkan lagu-lagu dirinya bisa menetralkan detak jantungnya, cara itu kerap ia lakukan setelah betemu dengan Bintang.

Bulan mendaratkan tubuhnya pada kursi halte, tidak seperti biasanya halte sepi seperti ini, biasanya Bulan akan berbagi cerita ataupun mendengarkan cerita dari siswa yag kebetulan juga sedang menunggu angkutan dengannya. Namun kali ini berbeda karena halte hanya di huni oleh Bulan dan seorang gadis yang tengah sibuk membaca bukunya.

Sebuah beng-beng berhasil mencuri perhatian Bulan di tengah aktifitasnya mendengarkan lagu, matanya melirik ke arah samping dimana sudah duduk lelaki berbadan tinggi yang juga sedang menatapnya dengan tersenyum.

“Kita ketemu lagi” ucap lelaki itu bersemangat.

Bulan memutar bola matanya malas lalu kembali menatap jalanan yang ada di depannya. “Iya” jawabnya singkat.

Langit menyodorkan sebungkus beng-beng, “Nih buat lo”

Bulan kembali menolehkan kepalanya ke arah Langit yang tengah tersenyum dengan sebungkus beng-beng yang ada di tangannya.

“Nggak ada racunnya kok” lanjut Langit terkekeh saat melihat raut wajah Bulan yang menatapnya tanpa minat.

“Gue nggak suka coklat” tolak Bulan walau dirinya sangat ingin mengambilnya.

Langit menaikkan kedua alisnya, “Yakin? Kemarin gue liat lo beli satu kotak beng-beng di kantin, emangnya sekarang beng-beng ganti rasa?”

Bulan melototkan matanya tajam bagaimana mungkin lelaki tukang ngalus di depannya ini bisa tau bahwa dirinya pernah membeli sekotak beng-beng di kantin yang bahkan teman-temannya termasuk Bintang tidak mengetahui hal itu.

"Biasa aja kali natapnya"

Bulan merubah ekspresi wajahnya lalu menatap ragu ke arah Langit sebelum benar-benar mengambil beng-beng dari tangan Langit.

"Terima kasih" meskipun Bulan merasa terganggu dengan kehadiran Langit namun gadis itu masih tau diri dengan mengucapkan kata terima kasih.

Langit tersenyum ke arah Bulan, rasanya seperti baru saja mendapatkan pacar padahal lelaki itu hanya senang karena Bulan menerima pemberian beng-beng nya.

"Kelas sebelas Ipa 4 ya?" Tebak Langit.

Bulan yang hendak memasukkan beng-beng kedalam mulutnya mendadak terhenti dan menatap kembali Langit.

"Iya" jawabnya lagi-lagi singkat dan segera melanjutkan aktifitas memakan beng-beng nya yang sempat tertunda karena pertanyaan dari Langit.

"Gue kelas dua belas Ips 2" ucap Langit.

Sumpah, ingin rasanya Bulan berkata kepada langit bahwa ia sama sekali tidak menanyakan hal itu, namun ia urungkan karena masih menghargai Langit yang sudah memberikannya sebuah beng-beng.

Sial, Bulan benar-benar bungkam cuma karena sebungkus beng-beng yang diberikan langit.

Lihat selengkapnya