Langit mengetukan pulpennya di atas meja, pelajaran geografi kali ini sungguh membuatnya jenuh. Selain Langit tidak menyukai pelajarannya ia juga tidak menyukai gurunya karena di setiap pelajaran berlangsung semuanya terlihat tegang, tidak ada keramahan maupun canda tawa yang di lontarkan guru tersebut.
Devin menatap teman duduknya itu dengan tatapan tajam, dari tadi yang ia dengar hanyalah ketukan pulpen Langit yang sangat mengganggu pendengarannya dan menganggu fokusnya dalam memahami materi.
"Gue patahin juga tuh pulpen" ancam Devin yang membuat Langit menyengir ke arahnya lalu menghentikkan aktifitas mengetuk pulpennya.
"Tumben amat lo lemes kaya gini" lanjut Devin saat melihat Langit yang tampak tak bersemangat.
"Emangnya kapan lo liat gue semangat pas pelajaran tuh guru?" Tanya Langit yang membuat Devin terkekeh.
"LANGIT! DEVIN! SELESAIKAN OBROLAN KALIAN DI LUAR, JANGAN IKUT PELAJARAN KALI INI"
Devin dan Langit sama-sama tersentak begitu mendengarkan teriakan nyaring itu keluar dari mulut Tyas, guru geografi yang killernya nauzubillah. Devin dan Langit saling melemparkan tatapan, di satu sisi mereka terbebas dari pelajaran geografi di satu sisi juga nilai mereka terancam punah.
Langit dan Devin bangkit dari duduknya lalu berjalan gontai keluar kelas. Baginya hukuman yang mereka terima lebih pantas dinamai kesalahan yang menyenangkan.
"Akhirnya bisa bebas" teriak Devin seperti burung yang baru saja terbebas dari sangkarnya.
Langit membekap mulut Devin dan menarik pemuda itu agar menjauh dari depan kelas mereka. Akan bertambah lgi masalah yang mereka dapatkan bila Devin tidak bisa mengontrol kata-katanya.
Devin menggigit tangan Langit saat dirinya tidak bisa menghirup udara segar akibat dibekap oleh Langit. Matanya menatap Langit sengit, seolah-olah ingin memakan lelaki itu secara hidup-hidup.
"Lo ngapain sih? Udah kaya om-om yang mau nyulik orang" omel Devin seperti orang yang baru saja di culik.
"Lo mau dapet masalah lagi sama tuh guru?"
"Ah udahlah males gue, ke kantin aja yuk" ajak Devin yang kemudian diikuti oleh Langit yang berjalan di sampingnya. Sesekali kedua teman itu melemparkan godaan kepada adik kelas yang lewat, ralat maksudnya hanya Devin, Langit tidak ikut menggoda adik kelas, ia terlalu malas bercanda soal perasaan.
"Udah kenapa Vin, lo buat anak orang serangan jantung" omel Langit yang membuat Devin menghentikan aksinya.
"Sesekali Lang" jawab Devin terkekeh.
Langkah kaki kedua lelaki itu sampai pada pintu kantin, hanya ada beberapa penghuninya seperti siswa yang baru saja selesai berolahraga ataupun siswa yang mampir untuk membeli sesuatu.
Devin langsung menghampiri pedagang roti bakar dan tak lupa memesankan Langit yang masih setia berada di pintu kantin. Devin meninggalkannya begitu saja karena tidak ada sahutan yang diberikan pemuda itu saat Devin mengajaknya membeli roti bakar.
Mata Langit tak teralihkan dari gadis yang berada di pojok kantin bersama dengan seorang temannya. Bibirnya menarik sebuah lengkungan, hanya saat seperti ini ia bisa menatap gadis itu bebas.
Sorot matanya berubah sayu saat melihat seorang pemuda yang ikut duduk di sebelah gadis itu, dia Bintang lelaki yang digosipkan berpacaran dengan Bulan, gadis yang dari tadi mencuri perhatian Langit.
Devin melambaikan tangannya ke arah Langit, menyuruh lelaki itu untuk duduk di sebelahnya. Langit menurut lalu mengambil posisi duduk di hadapan Devin.
Devin menyodorkan roti bakar dan segelas es teh kepada Langit, pesanan yang sama seperti dirinya. Langit menerimanya dengan tersenyum. Devin menatap Langit dengan tatapan bingung, apa yang membuat laki-laki dihadapannya ini mendadak menjadi pendiam seperti ini.
"Kenapa sih?" Tanya Devin penasaran.
Langit menggelengkan kepalanya, "Gapapa"
"Lo udah kaya cewek aja, ditanya ada apa jawabnya gapapa" ucap Devin kemudian mengikuti arah pandang Langit.