Bulan Madu Pengantin

Rosi Ochiemuh
Chapter #6

Rasa yang Hilang Bersamaan

Tahun 2023

Mobil Honda Jazz Rallye Red tiba di depan rumah sakit umum di kota besar itu. Berbelok memasuki basement rumah sakit dan mencari tempat untuk memarkir mobilnya. Setelah dapat tempat yang paling strategis dekat dengan pintu lift masuk rumah sakit, dia lalu memarkir mobilnya, mematikan mesin dan ke luar sembari mengunci pintu mobilnya dari luar melalui remot ‘Smart Entry System’ yang ada di tangannya.

Perempuan paruh baya bersetelan blazer hitam berjalan memasuki lift basement rumah sakit dan menuju lantai 3C ruang ICU. Sorot matanya nampak tidak ramah selepas pergi dari kediaman rumah Marko. Di dalam hatinya menggerutu, anak muda itu segera menikah dengan gadis pilihannya dan sudah tentu pilihan perempuan bodoh itu. Begitu pintarnya dia ingin menjauhkan cucunya dariku. 

Sesampai di ruangan yang di tuju, dia menemukan dua pembantu rumah tangganya duduk di kursi tunggu. Wajah mereka terangkat ke atas dan aroma kesedihan tercium dari jarak satu meter olehnya. Dia merasa bungah, apa yang diidamkan selama ini terkabul. Dia berusaha bersikap seolah kehilangan. Semua sudah dipersiapkannya, baik air mata buatan dan berbagai cara agar dia nampak bersedih dan lara.

“Bu, Ba-ba-pak,” ucap salah satu pembantunya tercekat, laki-laki paruh baya yang sudah bekerja pada suaminya selama tujuh tahun. 

“Bu Renata, bisa ke ruang kami sebentar,” ucap dokter yang menangani perawatan suaminya di ruang ICU.

Perempuan paruh baya itu mengangguk dan mengikuti sang dokter ke ruangannya. Renata duduk dengan tenang dan memaksakan dirinya terlihat tidak baik-baik saja di hadapan sang dokter. 

“Bu Renata. Kami sudah mengusahakan semampunya. Pasien sudah satu minggu koma karena komplikasi hati. Perawatan yang terbaik sudah diberikan semampunya dari rumah sakit ini. Pukul delapan lewat lima belas menit, pasien denyut jantungnya berhenti, dan napasnya juga sudah tidak ada. Kami nyatakan Beliau meninggal dunia.”

Dokter sudah memberikan pernyataan bahwa suaminya meninggal dunia, dan Renata masih mematung di tempat duduknya. Bukan karena rasa sedih karena kehilangan, akan tetapi dirinya memastikan kembali apakah itu mimpi? Dia cubit punggung tangan dengan kuku panjangnya. Dia mendesis, terasa sakit. Sialan, umpatnya dalam hati. 

Setelah menyampaikan pernyataan itu, sebenarnya sang dokter ingin meninggalkan ruangan, tapi perempuan di depannya masih terpaku di tempat. Dokter itu mengira istri dari pasiennya masih tidak percaya jika suaminya meninggal dunia. Istri pasiennya mungkin merasa terpukul dan sangat sedih.

“Bu Renata? Apa Anda baik-baik saja?” Dokter itu menatap konsumennya dan memastikan bahwa perempuan itu tidak histeris dalam ruangannya, karena masih banyak yang harus diurus. Terutama pasien yang sudah meninggal dunia, perwakilan dari keluarga wajib mengurus administrasi dan surat-surat pasien di rumah sakit agar jenazah bisa cepat dibawa pulang.

Lihat selengkapnya