Tahun 2023.
Ketika matahari masih berada dalam peraduannya dan fajar belum menyingsing. Pukul tiga pagi aku terbangun, dan tidak bisa tidur lagi. Pada saat itu aku mencoba menenangkan perasaan yang tidak menentu dengan bersujud kepada-Nya. Pernikahan sudah di depan mata. Pukul sepuluh pagi, acara akad nikah itu akan dilaksanakan di rumah orangtuaku yang dulu.
Perasaan campur aduk, segalanya jadi satu dalam hati. Apa kabarmu calon imamku? Apakah sama dengan yang kurasakan? Telah lama kita menjalin pertemanan berujung rasa sayang. Dadaku terus berdebar, Kusma. Apa kabarmu imamku di sana?
Setelah melewati banyak hal antara kita, kamu meminta untuk menjadikan aku ratu di hatimu. Kamu bilang sudah lama menyukaiku sejak aku pindah dan menempati rumah yang dulu.
Awal mula pertemuan dengan Kusma, waktu kami pindah dan menempati rumah baru itu. Rumah pembelian ayahku. Rumah yang dipersembahkan buat ibuku, sebagai bukti tanda cinta dan keseriusannya untuk hidup bersama Ibu. Namun, kami tidak menyadari, begitu pun ayah. Rumah itu menyimpan kenangan menyedihkan yang bertumpuk dari silsilah keluarga ayah kandungku.
Pintu kamar orangtuaku masih tertutup. Sebentar lagi adzan subuh berkumandang, mereka akan segera bangun. Biasanya mereka lebih dulu, tapi ternyata aku yang duluan bangun. Hari ini jujur saja, perasaan berdebar itu terus berdegup sejak semalam. Beberapa jam lagi statusku akan berubah.
Apa aku mandi lebih dulu, atau shalat subuh dulu? Duh, mengapa pikiranku jadi bingung sendiri. Lantas aku bercermin, memandangi wajah ini yang ternyata merona sendiri. Duh, jangan gugup, aku harus siap menjadi pengantin. Harus lebih siap dari Ibu dan Ayah.
Lantas aku ke luar kamar. Mandi dahulu akan lebih baik, biar badan dan pikiran jadi segar, pikirku akhirnya.
"Amora, kamu sudah bangun?" tanya Ibu, suaranya buatku kaget saat menutup pintu kamar. Dia berjalan ke dapur, lalu kembali lagi ke ruang tamu dengan posisi tepat di depanku.
"Sudah, Bu," jawabku sembari memerhatikan gerak-geriknya.
Tiba-tiba Ibu berdiri di depanku. Lantas menatap lama sambil tersenyum dan mengelus rambutku.
"Amora, sebentar lagi kamu akan menikah. Tidak terasa, kamu sudah akan menjadi seorang istri," ucapnya. Mendengar ucapan Ibu, mengapa hati jadi menghangat? Perasaan ini jadi sedih.
Sesudah itu Ibu berlalu dari hadapanku, dan kembali beraktivitas, mengurus keperluan untuk akad nikahku nanti. Ayah, Ibu, Arum, nenek, paman, bibi dan sepupuku lainnya semua akan hadir menyaksikan. Semuanya mendukung. Terharu sekali rasanya.
***
Langit hari itu cerah. Pagi-pagi sekali pada pukul tujuh kami sekeluarga berangkat menuju rumah yang lama. Ayah telah menyuruh tukang bersih-bersih untuk mengurus rumah itu tiga hari sebelumnya, dan menghias tiap-tiap ruangan dengan dekorasi yang cantik oleh Wedding Organizer kenalan Ayah.
Beberapa tetangga di lingkungan setempat telah hadir sebagai tamu undangan. Penampilan orangtuaku kali ini terlihat menawan, Arum pun sama. Berkali-kali Arum menarik rumbai kebaya brokat putih panjang yang kupakai. Seolah dia sedang bertanya kakaknya akan melakukan apa. Aku tersenyum geli pada adik kecilku ini. Ibu langsung membujuk Arum agar tidak membuntutiku dengan memberikan permen lolipop kesukaannya.