Suatu hari Ibu pernah menemukanku dalam keadaan basah kuyup sepulang dari sekolah. Kehujanan, baju basah, tas basah, sepatu basah, dari rambut sampai kaki basah semua. Ibu segera membawakan handuk untuk mengelap beberapa bagian badanku yang basah.
Wajahnya cemas karena melihat bibirku agak pucat biru warnanya. Kulit yang sedingin es saat dipegang. Takut jika nanti aku akan sakit keras. Begitulah waktu aku melihat suamiku pulang dari jam kuliahnya kehujanan.
"Ada apa, Kusma. Mengapa kamu jadi basah kuyup begitu?" Pertanyaan yang sama terlintas di wajah Eyang Titik.
Kusma masuk ke dalam kamar untuk ganti pakaiannya yang basah. Kami memberikannya kesempatan untuk itu. Setelahnya dia bisa jelaskan apa yang terjadi selama di luar sana.
Aku ke dapur membuatkan secangkir teh manis hangat dan menaruhnya di atas meja kaca di ruang tamu. Kusma ke luar dari kamar dan telah berganti pakaian bagus dan bersih. Duduk di sofa menyandarkan badannya.
Eyang Titik menunggu Kusma untuk bicara mengenai dirinya yang telat pulang. Kulihat cemasnya masih menggantung di wajah itu.
"Maaf sudah buat kalian cemas," ujarnya setelah minum teh hangatnya.
Hujan malam ini semakin deras, hingga aku merasakan dingin yang merambat masuk ke dalam ruangan rumah ini. Detak jarum jam dinding suaranya makin jelas.
"Saat aku akan ke luar dari tempat kuliah itu sebenarnya sudah mendung sekali langitnya," ucapnya memulai bercerita.
"Terus," sahutku menunggu kelanjutan ceritanya.
"Aku terpaksa pulang karena takut diburu hujan. Jadi belum sempat memakai jas hujan. Ketika di perjalanan menuju rumah lima belas menit lagi, jalanan macet tiba-tiba, kabarnya ada yang kecelakaan, dan hujan turun lebat sekali. Pada waktu itu jas hujanku di dalam jok motor. Mustahil untuk mengambilnya karena motor terhimpit kendaraan lain yang rapat ikut terjebak macet," tukasnya panjang lebar.
Aku mengangguk dan sedikit belum puas. Apakah cuma itu saja cerita yang dihadapi oleh suamiku?
Namun, Eyang sudah cukup puas dengan penjelasan suamiku. Mungkin dia tidak mau berpikiran buruk atau buruk sangka.
"Begitu saja? Tidak ada yang lain waktu tadi di jalan pulang menuju kemari?" tanyaku lagi penasaran.
"Maksudnya, ada apa Amora? Khawatir sekali, aku tidak apa-apa kok. Hanya kehujanan dan itu juga aku masih bisa mengendarai motor dan bisa pulang sampai selamat ke rumah, bukan?"
Aku tatap wajahnya itu. Iya, kekasihku itu baik-baik saja. Meskipun dua perempuan dalam hidupnya ini sangat khawatir sejak tadi.