Pukul empat pagi, sayup-sayup orang mengaji dari masjid terdengar sampai ke rumah Amora. Bu Titik dalam kamarnya terbangun dari tidur yang nyenyak selama cuaca dingin semalam.
Pelan-pelan dia turun dari ranjang tempat tidur, sambil membaca doa dan berusaha untuk beranjak berdiri lalu ke luar kamar.
Dia ingin shalat Subuh tepat waktu selepas azan berkumandang.
Setelah dia keluar dari kamarnya, dilihatnya kamar kedua cucunya masih tertutup. Rupanya mereka belum bangun.
Lantas Bu titik mendekati kamar keduanya dan mencoba membangunkan dengan mengetuk pintu kamar itu.
Baru saja akan mengetuk pintu, Bu Titik mendengar suara pekikan perempuan dari dalam. Amora? Tebaknya. Dia langsung mengetuk pintu.
“Amora! Kusma! Ada apa? Apa sudah bangun,” panggil Bu Titik setengah memekik, dan tangannya sambil menggedor pintu.
Sekali lagi Bu Titik menggedor dan memanggil mereka untuk bangun dan membukakan pintu karena masih mendengar suara pekikan Amora, berulang-ulang. Sampai akhirnya pintu terbuka. Bu Titik gegas masuk ke dalam.
Dia melihat Amora terduduk lemas di atas kasur sambil diusap-usap punggungnya oleh Kusma. Bu Titik merasa Amora sedang mengalami hal buruk. Entah sakit, atau bermimpi buruk.
“Amora, ada apa Kusma?” tanya Bu Titik wajahnya cemas dan menunggu jawaban dari cucunya.
Wajah gadis itu penuh keringat, rambutnya awutan dan seperti habis diacak sendiri. Dia masih menarik napas berkali-kali, terasa napasnya belum terkumpul semua selepas bangun dari tidur.
“Sepertinya dia mimpi buruk Nek,” jawab Kusma, dan Amora ikut mengangguk.
Bu Titik lalu ke luar kamar untuk mengambil air minum di dapur. Kemudian kembali lagi dengan membawa gelas mug besar yang berisi air mineral hangat.
“Minumkan Amora air putih ini, Kusma. Sebelum itu, airnya kamu bacakan doa dan tiga surah pendek dulu,” pinta Bu Titik menyuruh cucunya.
“Iya, Nek,” jawab Kusma segera dia turuti apa yang disuruh neneknya. Diminumkan air pada Amora. Gadis itu menarik napas panjang lantas mendongakan wajah ke depan.
Dilihatnya ada Bu Titik, dan Kusma menemani. Amora langsung memeluk Kusma dengan erat.
“Apa kamu tadi bermimpi buruk, Amora?” tanya Bu Titik kemudian.
“Iya, Eyang. Rasanya seperti nyata. Aku pernah dulu mengalami mimpi buruk enam tahun lalu. Selepas itu tidak pernah lagi. Baru sekarang ini aku bermimpi lagi sesuatu yang seram, sampai berteriak,” jawab Amora.
Kusma kembali mengusap pelan punggung Amora untuk menenangkan istrinya yang masih shock.
“Apa yang ada di mimpimu tadi, Amora? Apakah sangat buruk dan siapa saja yang ada dalam mimpimu?” tanya Bu Titik lagi penasaran.