Kusma melangkah pelan dan membuka pintu, lalu masuk ke dalam bersama istrinya. Melangkah perlahan dan langsung menutup kembali pintunya. Perasaan keduanya tidak keruan. Aneh, pintu terkunci dari dalam tapi seolah ada yang membukakan.
“Sayang, jangan lengah. Tetap waspada, jangan lupa dzikir dan doa,” bisik Amora kembali. Berusaha untuk menenangkan, karena merasakan lengan suaminya itu berkeringat dingin.
Napas mereka memburu. Ruangan sangat senyap dan hanya serangga-serangga yang bersahutan menunjukkan eksistensinya. Kusma merasa resah, pasti terjadi sesuatu di kamar neneknya. Dia berhenti di depan pintu kamar neneknya.
“Assalamualaikum. Nek, Nenek! Ini Kusma,” ucap pemuda itu mengetuk pelan pintunya.
Amora mendekatkan tubuhnya pada Kusma karena merasa tidak tenang berdiri, tanpa sengaja mendorong suaminya hingga ikut terdorong bersama pintu kamar itu. Rupanya tidak terkunci, Kusma jatuh ke pinggir terduduk di sebelah ranjang neneknya.
“Ya Allah, Eyang!” pekik Amora ketika pandangannya pertama kali menemukan seorang yang mereka khawatirkan tergeletak di lantai, tidak jauh dari situ handphone neneknya pecah berserakan.
Mendengar Amora memekik, Kusma terperanjat dan segera bangun untuk mendekat langsung. Hatinya ingin menjerit ketika tubuh neneknya tergolek tidak berdaya di lantai. Dia gegas mengangkat tubuh neneknya itu, ternyata masih hangat badannya. Dibawa menuju ranjang dan direbahkan di atasnya. Amora membereskan pecahan ponsel milik Bu Titik itu.
“Kusma, apa yang kamu takutkan benar adanya,” lirih Amora dan tanpa disadari dia menangis.
Pemuda itu menyentuh kening dan dada neneknya, memastikan badan ringkih itu masih hangat, denyut jantung masih berdetak. Ditempelkan telinga ke dada neneknya untuk memastikan lagi, berdetak meski lamban. Lantas dia usap ubun-ubun kepala neneknya, kedua tangan, telapak kaki neneknya.
“Nenek, bangun. Nenek, bangunlah!” panggil Kusma, sembari mengusap-ngusap telapak tangan dan telapak kaki neneknya agar terbangun.
Amora segera keluar kamar mencari sesuatu. Dia pergi ke dapur untuk mengambil air minum, dan setelah itu berusaha untuk menyadarkan nenek Kusma yang masih pingsan. Dipercikkan air minum sedikit ke wajah Bu Titik yang sudah dibacakan ayat kursi sebelumnya.
Di samping ranjang, Kusma masih menunggu neneknya sadar. Meski hatinya kalut saat ini, dia masih penasaran, apa yang membuat neneknya pingsan? Siapa yang selalu mencoba melakukannya lagi?
***
Sorot matanya tajam dan hatinya gusar atas apa yang terjadi. Kesekian kali dia gagal dalam memberi pelajaran pada orang yang paling dibenci. Posisi duduknya diubah, lalu beringsut bangun dan membereskan segala benda dan barang-barang yang digunakan untuk meneluh.
“Gagal lagi! Ada yang membantu perempuan bodoh itu!” teriak Renata sambil mengumpat.
Pencahayaan ruangan itu terlihat muram, tapi matanya awas mengamati sekeliling. Hampir saja dia terpelanting membentur dinding jika saja dia tidak menahan dengan kekuatan tangan kanannya.
Selembar foto kakak tirinya itu ditusuk-tusuk dengan jarum dan dia bakar fotonya karena sudah tidak bisa difungsikan lagi untuk tenung.