Selama perjalanan pulang, Sevda lebih banyak tidur dan Aman tak berani mengganggunya. Sesekali dia terbangun dan menanyakan sudah sampai mana. Setelah dijawab, Sevda menemani Aman mengobrol, lalu kembali tidur dengan mengatur sandaran kursi ke posisi paling rendah. Bangun lagi ketika merasa lapar di daerah Probolinggo, setelah berhenti di warung makan dan perutnya kenyang, Sevda pun tidur lagi.
Aman menyetir sendiri ditemani suara arahan dari google map. Ketika masuk tol Pasuruan-Surabaya, Aman merasa sunyi dan khawatir bakalan mengantuk, Aman pun menyetel musik, tak lama suara Ed Sheeran merdu terdengar menyanyikan lagu Perfect. Sevda malah terbangun.
"Mas sampai mana? Kok lagu ini sih?" Sevda bertanya sekaligus protes.
"Ini sudah di jalan tol menuju Surabaya, Sevda bilang ke rumah Mama dulu 'kan? Sevda suka Ed Sheeran 'kan?" jawab Aman sabar. Sevda malah cemberut dan kesal, lalu mematikan musik, tidak tidur lagi, mungkin sudah puas. Kini Sevda menemani Aman mengobrol, itu lebih baik bagi Aman dibandingkan mendengarkan Ed Sheeran. Aman heran juga, sejak kapan Sevda tidak suka dengan lagu Ed Sheeran? Barangkali bosan, nge-fans dengan artis pun ada masanya.
Di rumah orang tua Sevda di kawasan Ketintang, mama Sevda menyambut anak dan menantunya dengan gembira. Memeluk putri satu-satunya yang kusut masai rambut dan bajunya, bau mobil pula, lalu menyalami Aman.
Rumah yang ditempati orang tua Sevda adalah rumah yang baru setahun lalu dibeli, sebelumnya orang tua Sevda menempati rumah dinas sejak ayah Sevda dipindahtugaskan ke Surabaya dua tahun lalu, Sejak itu Sevda tinggal berdua dengan Mbak Kat di Malang, dan baru beberapa minggu rumah di Malang bertambah anggotanya menjadi tiga orang, setelah Sevda menikah dengan Aman.
"Mama sudah menyiapkan masakan dari tadi siang loh. Kalian makan dulu sana," kata mama Sevda. Sevda malah menangis dalam pelukan mamanya.
"Sevda hampir saja pulang tinggal nama," katanya.
Sore itu di meja makan, sambil menikmati masakan mamanya, Sevda bercerita tentang apa yang mereka alami selama berada di Bali. Aman hanya menjadi penonton adegan ibu dan anak yang terlihat akrab seperti teman saja. Tentu mama Sevda terkejut mendengar semua penuturan Sevda.
"Makanya Mama merasakan hal yang tidak enak dan tak pernah absen salat tahajud mendoakan kalian berdua," kata mama Sevda. Perasaan seorang ibu memang selalu peka terhadap anak-anaknya.
"Bapak ketinggalan cerita apa nih?" Suara ayah Sevda yang baru pulang kerja terdengar berat, muncul tiba-tiba ke ruang makan.
"Nanti Mama saja yang cerita ke Bapak," kata Sevda, setengah melompat menyalami dan memeluk ayahnya.
Bercerita pada mamanya telah membantu Sevda meringankan trauma karena pengalaman mencekam selama di Bali. Namun tak lama mereka berdua di Surabaya, setelah mandi dan berganti baju, keduanya pamit pulang.
"Kapan-kapan menginap di sini ya, Sayang," kata mama Sevda ketika melepas kepergian mereka berdua ke Malang. Bapak hanya mencium pipi kiri dan kanan Sevda sambil berpesan agar berhati-hati di jalan, lalu menepuk-nepuk bahu Aman, seolah bilang, 'Jaga anakku baik-baik, ya'.
Sampai di Malang, mereka berdua ke rumah Emak dulu mengantar oleh-oleh, baru pulang ke rumah Sevda. Walaupun sewaktu di Negara Sevda sudah menelepon bila hari ini pulang, Emak masih keheranan mengapa singkat sekali bulan madu mereka di Bali.
"Ya, maunya Aman sih tahun madu, Mak," kata Aman. "Bulan madu itu terlalu singkat."
"Ya, itu juga bagus, asal Sevda jangan dimadu ya," gurau Emak.
"Sudah kok Mak. Mas Aman bilang istrinya empat. Istri pertamanya Sevda, kedua Rani, ketiga Maharani, keempat Sevda Maharani," kata Sevda, ketiganya tertawa. Nesa yang sudah tertidur jadi bangun mendengar kakaknya datang. Dia langsung menyambut satu tas oleh-oleh yang sudah disiapkan Sevda untuk Nesa dan ibu mertuanya.
Karena tertidur lama sepanjang perjalanan pulang, malam itu di rumahnya sendiri Sevda tak kunjung bisa tidur, sedangkan Aman sudah mengorok sejak tubuhnya berbaring di ranjang. Sevda menjemput kantuk dengan membuka komputer dan menulis sesuatu di sana.
Esok paginya, Sevda sudah mandi dan berdandan saat Aman baru bangun.
"Loh kok putri tidurku sudah wangi nih?" gurau Aman.
"Mas yang terlalu lama tidurnya, ini sudah jam tujuh loh."
"Benarkah? Wah, Mas pulas sekali ya."