Patah hati, ini kali kedua Aman merasakannya. Yang pertama saat Sevda jadian dengan Raka, dulu semasa berseragam putih abu-abu. Saat itu Aman masih punya harapan bisa mendapatkan Sevda, lalu menjadi kenyataan walau Aman harus menunggu dua tahun. Patah hati kali ini rasanya lebih berat, Sevda sudah menjadi bagian dari dirinya, belahan jiwanya. Ketika mendapati sang belahan hati menyimpan cinta buat orang lain, sakitnya tak tergambarkan dengan kata-kata.
Sudah sedari dulu kemelekatan menjadi sumber penderitaan manusia, tetapi sudah 'hobi' menusia suka mengindentikkan diri dengan sesuatu. Kata 'ku' adalah kata favorit, ini istriku, ini mobilku, ini rumahku, ini pekerjaanku, ini tubuhku, ini wajahku nan menawan. Ketika manusia dipisahkan dengan 'ku'nya, hasilnya adalah penderitaan.
Manusia sering lupa bahwa tak ada apa pun yang kita miliki di dunia ini, bahkan nyawa kita sendiri pun tak bisa kita pertahankan bila waktunya tiba. 'Milikilah tanpa rasa memiliki', ungkapan itu hanya bisa dipahami oleh orang-orang tertentu, Aman ingin memahaminya saat ini, atau dipaksa memahami oleh keadaan.
Aman menegakkan badannya, memejamkan mata, menatap segala atraksi yang bergejolak di batinnya, dibiarkannya liar, hanya dipandanginya saja. Aman berfokus pada napasnya, bermeditasi seperti yang diajarkan mama Sevda. Menit demi menit berlalu, hampir satu jam Aman merasakan emosinya perlahan-lahan mengendap.
"Ya Allah, bila bersatu dengan Raka membuat Sevda bahagia, kumohon, buatlah hatiku ikhlas melepasnya," bisik Aman dalam doanya. Setelah itu tangannya bergerak membuka internet, mengetik di kotak pencarian, menuliskan nama lengkap Raka. Muncul judul berita bombastis di layar:
Geronimo Raka Membantah Telah Dibuang Gajavision
Aman merasa penasaran dan membuka isi berita:
Raka dikabarkan menghilang dari dunia keartisan gara-gara putus dengan Irendita Chessy yang putri dari produser Gajavision. Itu dibantah oleh Raka yang kemarin sempat ditemui di kampusnya, ISI Yogyakarta. Raka mengatakan sedang fokus menyelesaikan tugas akhir kuliahnya. Dalam kesempatan itu Raka tak menyangkal bila telah putus dengan Chessy, tapi itu bukanlan penyebab dirinya menghilang dari dunia keartisan. "Setelah lulus, saya mau kembali ke Malang dan membuka cafe di sana, itu cita-cita lama saya," kata Raka.
Aman tertegun membaca berita itu, jadi Raka telah putus dengan Chessy? Berarti terbuka kesempatan untuk menyatukan kembali Raka dan Sevda. Aman merasa lebih baik mengalah demi kebahagiaan Sevda, walau rasanya pedih, barangkali waktu akan menyembuhkan luka hati Aman. Dia masih muda, masih ada kesempatan untuk meraih kebahagiaan dengan orang lain yang dia cintai dan mencintainya sepenuh hati.
Aman menutup komputer, membuka pintu kamar, berjalan menuju teras belakang lalu berbaring telentang di lantai tanpa alas, menjadikan kedua tangannya sebagai bantal, kepalanya menengadah menatap langit nan biru cerah. Sekumpulan awan datang, bergerak perlahan, membentuk wajah Emak, Aman mengernyitkan mata.
Oh Emak, apa katanya nanti bila dirinya berpisah dengan Sevda? Lantas apa kata kedua mertuanya? Apa kata Nesa yang sangat mengagumi dan mengidolakan Sevda? Aman merasa bimbang. Pernikahan bukan hanya soal menyatunya dua anak manusia, melainkan juga menyatunya dua keluarga. Pernikahan juga bukan permainan, yang bisa dengan entengnya keluar atau masuk hanya gara-gara catatan harian. Pernikahan adalah ikatan suci yang harus dipertanggungjawabkan ke hadapan Tuhan.
Aman memejamkan mata, yang nampak malah wajah Sevda dengan segala pesonanya, kemanjaan dan tingkahnya yang menggemaskan, juga kelembutan yang membuatnya selalu ingin melindungi dan merasa menjadi lelaki sejati. "Bisakah aku melepasmu, Sayangku," batin Aman galau.
Perasaan Aman kembali terayun-ayun dalam rasa kecewa, sedih, marah, rasa ingin melepas Sevda dengan ikhlas, juga rasa tak rela. Cinta sejati bukanlah cinta yang egois, cinta sejati memerlukan pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang dikasihi. Bila Sevda lebih bahagia bersama Raka, mengapa tidak? Tetapi apakah bersama Raka, Sevda mendapat jaminan bahagia? Bila sebaliknya bagaimana?
Aman mengenal Raka sebagai seorang pemuda yang labil, yang pernah melakukan percobaan bunuh diri. Bila bukan karena kemampuan Sevda melihat jarak jauh dan melihat masa depan, barangkali Raka terlambat diselamatkan. Mampukah lelaki seperti itu menjadi sandaran bagi seorang wanita rapuh macam Sevda? Belum lagi penggemar cewek yang selalu mengerubuti Raka, Sevda bisa kurus mengenaskan karena cemburu.
"Maaass!!" Itu suara Sevda, sejak di pintu depan sudah berteriak memanggil Aman. lalu terdengar Sevda menanyakan keberadaan Aman pada Mbak Kat. Aman bingung mesti senang atau sedih mendengar istrinya datang, rasanya Aman belum siap bertemu Sevda setelah mengetahui rahasia hati Sevda.
Setengah berlari Sevda menghampiri Aman, dengan malas Aman bangun dari posisi berbaringnya dan duduk selonjor dengan ditopang kedua tangannya. Dengan riang Sevda duduk di paha Aman lalu kedua lengannya dilingkarkan ke leher Aman, wajah keduanya berhadapan, Sevda mendaratkan ciuman ke pipi Aman, kanan dan kiri, Aman balas mencium bibir Sevda sekilas, seolah hanya menyentuhnya, tak seperti biasa yang selalu penuh gairah.
"Loh, kok cepat sekali pulangnya? Katanya bakalan lama," kata Aman yang bingung mau berkata apa. Dengan gerakan yang kaku dia membelai pipi Sevda, sebelah tangannya melingkari pinggang Sevda.
"Oh kurang lama ya Sevda pergi? Mas tidak senang Sevda pulang? Ya sudah, Sevda pergi lagi," kata Sevda lalu siap-siap hendak berdiri, Aman menahannya.
"Bukan begitu maksud Mas, kok sensi sekali sih Sevda? Ada cerita apa dari Amara?" tanya Aman dengan suara parau, perih di hatinya masih sangat terasa.
"Rahasia perempuan!" kata Sevda sambil mengedipkan sebelah matanya, menggemaskan, tetapi Aman seperti kehilangan rasa itu, hatinya seperti mati. Sevda merasakan perubahan dalam sikap Aman, mengira bila itu karena Aman masih lelah. Sevda berdiri dan menarik tangan Aman.
"Mas masih capek? Sevda mau cerita sambil selonjoran di depan tivi saja ya," kata Sevda sambil terus menggandeng tangan Aman, berjalan masuk ke ruang keluarga, Aman menurut seperti seorang pesakitan disuruh masuk sel.
Sevda menjatuhkan pantatnya di sofa empuk itu dengan riang, diikuti Aman.
"Mas, lihat ini," kata Sevda sambil membuka telepon genggamnya, tampak bermunculan gambar interior rumah, tangan Sevda bergerak menggulirkan lebih banyak lagi gambar. Aman melihat gambar yang ditunjukkan Sevda sekilas, dalam hatinya tak tertarik sama sekali.
"Ya, bagus," komentar Aman pendek, tak ada rasa ingin tahu apa maksud Sevda dengan menunjukkan gambar-gambar tersebut.
"Sevda mau merombak suasana rumah. Kukira interior rumah ini sudah terlalu kuno. Sevda mau bikin yang lebih kekinian," kata Sevda. Aman kaget mendengar rencana Sevda, seperti terbangun, pikirannya mulai bekerja. Bila dikaitkan dengan catatan harian yang baru dibacanya, di sana Sevda menulis bila rumah ini selalu mengingatkan Sevda pada Raka. Sekarang Sevda mau merombak suasana rumah, pasti itu untuk menghapus kenangannya bersama Raka. Itu dugaan Aman, tetapi Aman tak berani mengungkapkan jalan pikirannya, hanya diam tak bereaksi.
"Kenapa sih Mas diam? Masih ngantuk ya?"
"Nggak, Mas capek saja. Maksud Sevda mau dibikin kayak gambar yang mana?" tanya Aman, kalimatnya sudah lebih panjang, hatinya yang beku perlahan-lahan mulai mencair.