Semenjak pulang dari rumah Mamak, yang Endah kira bahwa rapat hanyalah alasan belaka Abdi untuk pulang, ternyata itu bukan sekedar kamuflase. Perusahaan agensinya naik pesat. Ada investor kuat yang mendanai agensinya. Katanya investor itu sangat mempercayakan Abdi dan takjub akan kerja kerasnya, sehingga dia menyuntik dana yang sangat besar. Banyaknya hampir menyentuh 20 Milyar.
Selama ini Abdi sudah sangat sibuk di agensinya, ditambah perusahaannya yang melonjak tinggi, kesibukannya bertambah dua kali lipat. Harga saham perusahaannya membumbung tinggi di pasaran. Hal ini membuat Endah takjub sekaligus kebingungan. Suaminya semakin jarang pulang. Bahkan gosip-gosip tidak jelas mulai berseliweran di media informasi, dari TV sampai majalah gosip terkini.
Abdi Adiwangsa terciduk bersama dengan artis besutannya di sebuah hotel.
Seorang crazy rich Jakarta ditemukan tergeletak pingsan di sebuah bar, diduga pesta semalaman.
Suatu malam yang sunyi, Endah menunggu kepulangan Abdi. Ia gelisah. Bahkan ia tidak mampu menyelesaikan novel yang dibacanya. Hampir semua media menyoroti suaminya, Abdi. Media sosial, media cetak, dan TV nasional, tak luput dari pemberitaan negatif. Akhir-akhir ini semakin parah, publik mulai mengulik kehidupan rumah tangga mereka.
Beberapa kali ia berjalan bolak-balik dari ruang tengah ke ruang tamu, mengintip dari jendela. Belum ada tanda-tanda Abdi akan pulang. Ia ingin sekali menghubunginya, namun selama ini jika dirinya meneleponnya, Abdi akan marah dan akan menuding Endah bahwa ia tidak mempercayai suaminya.
Brum.
Mobil Abdi masuk ke dalam pekarangan rumah. Endah melirik jam dinding ruang tamu. Pukul 11:59. Ia mengatur napasnya. Jantungnya berdegup dua kali lebih kencang. Abdi tak kunjung turun dari mobil. Endah mengintip dari jendela. Jendela mobil Abdi berwarna transparan dan lampu di dalam mobil dalam keadaan nyala. Ia dapat melihat apa yang dilakukan suaminya. Suaminya sedang mengetik sesuatu di layar gawainya, seperti sedang mengirimkan teks pesan, sambil tersenyum.
Ia kaget dengan apa yang dilihatnya. Sepersekian detik ia tidak percaya. Ia memastikan kembali dengan melihat pantulan wajah suaminya dari balik kaca spion mobil. Memang Abdi sedang tersenyum disana dan jarinya sedang sibuk mengetik sesuatu di layar gawainya. Bahkan kegiatannya itu dilakukannya sampai ia turun dari mobil. Berjalan di teras, membuka pintu rumah, dan sampai masuk ke dalam rumah. Saking asyiknya dengan gawainya, ia tidak tahu jika istrinya menatapnya. Ia berjalan melewatinya dan terus berjalan sampai ke ruang tengah.
“Mas, ini apa? Sebenarnya kamu kenapa? Kamu tidak pernah menjelaskan apapun kepadaku? Berita apa ini mas?” Muka Endah memerah. Ia tak kuat menahan luapan emosinya. Persetan dengan kalimat yang lembut. Kalimat yang dilatihnya di dalam hati telah buyar.
Adi tersentak untuk sesaat, namun ia tetap fokus dengan gawainya.
“Itu berita sampah. Jangan kamu dengar. Mereka hanya iri karena aku semakin terkenal dan memiliki banyak uang. Mereka itu hanya orang-orang yang suka mencari sensasi dan tahunya cuman duit.”
“Mas, mas Abdi yang selama ini aku kenal tidak pernah berkata seperti ini dan,” Endah melihat ke atas dan ke bawah, pakaian Abdi berantakan. Jika ia baru pulang dari kantor, tidak mungkin sampai seberantakan itu penampilannya. “Kenapa kamu berpenampilan amburadul seperti ini? Sebenarnya apa yang kamu lakukan di kantor.