Jam dinding menunjukkan pukul 06.05.
Endah terbangun dari tempat tidurnya. Dibukanya tirai. Cahaya mentari pagi langsung menembus kaca jendela dan masuk menerangi kamarnya. Ia menyeduh kopi dan duduk di sofa dekat jendela.
Gedung tinggi dan pemandangan lalu lintas di Negeri Ginseng sudah tidak dalam keadaan berwarna-warni. Mereka tampak berwarna pucat di bawah langit biru. Ia menyeruput kopi pahitnya. Sepahit hatinya ini. Ia belum bisa tenang sebelum ia bertemu dengan suaminya. Ia ingin kejelasan. Disentuhnya layar gawai, menghubungi rumah.
“Suster, Rakan sudah siap-siap ke sekolah?”
“Sudah, non. Rakan juga sudah mandi. Sekarang sedang sarapan.”
“Hai, mama. Apa kabar? Apa Mama sudah bertemu dengan Papa?” tanya Rakan gembira. Ia merebut gawai susternya.
“Rakan, hai. Selamat pagi. Mama belum bertemu dengan Papa. Tapi hari ini doain Mama bisa langsung bertemu dengan Papa ya. Soalnya kamu kan tahu, jadwal Papa padat banget.”
“Iya, ma. Jangan lupa snack Rakan juga ya, Ma!”
“Iya, pasti. Udah gih siap-siap berangkat ke sekolah. Semangat sekolahnya ya!”
“Siap, mama! Aku sayang Mama!”
“Mama lebih sayang Rakan!”
Setelah sudah memastikan Rakan baik-baik saja, ia melakukan rutinitas paginya. Mandi dan kemudian bersiap-siap sarapan di restoran hotel. Berharap dapat bertemu dengan suaminya.
Pukul 07.00.
Restoran masih sepi. Tidak terlalu banyak orang. Dentingan sendok garpu terdengar memenuhi ruangan restoran hotel. Sayup-sayup obrolan para tamu yang saling menimpa terdengar seperti suara bisikan.
Endah menyendok kimchi-bokkeumbap dan gyeran-mari. Menuang banana-uyu ke dalam gelas kosong.
Ia menyapu pandangannya ke semua sisi restoran.
Belum ada Mas Abdi. Semoga saja nanti ia turun sarapan.
Makannya tidak tenang. Padahal biasanya, setiap kali mereka sekeluarga liburan dan menginap di hotel, momen menyantap sarapan adalah hal yang ia tunggu. Ia bisa makan sepuasnya. Rakan juga sama. Kegiatan hunting sarapan menurun dari perilaku mamanya. Endah dan Rakan bisa duduk selama dua jam lamanya hanya untuk makan dan mencicipi seluruh varian sarapan.
Setiap tamu hotel yang masuk ke dalam restoran selalu diperhatikannya. Pandangannya tidak terlepas dari pintu masuk restoran. Sampai di satu titik. Pada pukul 08.05. Gerakan mulutnya terhenti, ia berhenti mengunyah. Sendok yang ia genggam terjatuh ke lantai. Lantainya ada karpet, jadi tidak ada suara dentingan sendoknya yang terjatuh.