Bumbu Pecel Terakhir Nenek

Veron Fang
Chapter #23

Mulai dari Nol

“Dengan ini sidang memutuskan Saudara Abdi Adiwangsa resmi bercerai dengan Saudari Endah.”

Palu hakim dipukul sebanyak tiga kali.

Abdi hanya bisa menatap kosong saat Endah pergi dari ruang sidang. Aresa yang duduk di bangku tamu sidang, berjalan mendekati, dan mencumbu pipinya.

Endah bukannya tidak melihat. Ia sengaja untuk mengacuhkannya.

Selamat bersenang-senang dengan wanita barumu, mas. Aku dan Rakan pergi.

“Ma, kita mau kemana? Papa nggak ikut?” Rakan bertanya dengan polos. Endah sudah mengemasi barangnya ke dalam koper. Sekarang ia mengemasi barang anaknya seusai Rakan pulang dari sekolah.

“Rakan, maafin Mama ya!” Endah berlutut di depan anaknya. Kedua tangannya sedikit bergetar. Bibirnya kelu. “Kita sudah tak bisa tinggal disini dan hanya kita berdua yang pergi dari sini. Papa tetap tinggal disini.”

“Kenapa?”

“Papa dan Mama memutuskan untuk berpisah dan Rakan ikut Mama, ya?” Endah merasa ia tidak perlu menutupi hal ini. Toh, tahun depan Rakan sudah menginjak bangku kelas enam. Cepat atau lambat, anaknya akan segera mengetahuinya, dan lebih baik anaknya mengetahui info tersebut dari mulut mamanya sendiri bukan orang lain.

Rakan diam. Endah larut dalam pikirannya. Endah kembali melanjutkan kegiatannya, mengemasi barang Rakan.

Mereka keluar rumah saat Abdi masih sibuk di kantor.

Endah memberhentikan sebuah angkutan umum. Kendaraan yang lumrah baginya, tetapi tidak untuk Rakan. Sesekali Rakan meringis saat tidak sengaja bersentuhan dengan orang yang disampingnya. Ia tidak nyaman jika lengannya harus bergesekan dengan kulit orang lain, ditambah bau peluh keringat yang mengudara. Ia semakin merapatkan tubuhnya ke dalam dekapan mamanya.

Endah dan Rakan harus menempuh perjalanan singkat untuk sampai di tempat tinggal baru mereka. Rumah kontrakan sepetak. Berada di gang kecil. Jika kamu mencari keberadaan rumah itu di laman pencarian internet, kamu tidak akan bisa menemukannya. Lokasinya tidak terbaca di peta.

Rumah kontrakan itu hanya memiliki satu lantai. Terapit diantara rumah-rumah lainnya. Tidak ada halaman depan, taman belakang, dan antar bilik dari satu ruangan ke ruangan lainnya tidak ada pemisah. Saat Endah membuka pintu rumah itu, siapa pun yang masuk ke dalam rumah itu untuk pertama kali sudah tahu dimana letak ruang tamu, dapur, kamar, toilet, dan pintu belakang.

“Ma, kita tinggal di rumah kecil seperti ini?”

“Iya, sayang. Untuk sementara kita tinggal disini ya! Sekarang kamu mandi dulu sana, bau asam,” serunya terkekeh.

“Aroma keringat Rakan wangi tahu ma! Ini bisa bau karena ada bapak-bapak aja tuh yang suka nempel ke lengan Rakan. Risih!”

“Iya, Mama percaya. Ayo, mandi dulu lalu tidur siang ya!”

Endah dan Rakan berjalan ke kamar tidur. Endah membuka koper Rakan dan mengambil handuk. Kemudian Rakan berlari ke arah kamar mandi. Rakan termasuk anak yang cepat tanggap. Ia sudah mengetahui setiap ruangan di rumah barunya. Lebih tepatnya rumah kontrakan.

Selagi Rakan mandi, Endah menghitung kembali uang yang ada di dalam amplop coklat. Ada uang seratus ribu sebanyak 200 lembar.

Lihat selengkapnya