Benar saja, langit sedang berpihak. Dua baris kursi di belakang pa supir kembali lengang, tentu saja kursi pojok jadi sasaran empuk, 30 menit perjalanan pulang akan terasa nyaman. Langit mulai memperbesar volume hujannya, terlihat jelas dari jendela bus yang sudah kusam. Mendung telah lengkap dengan gemuruh kecil dan penyintas yang berteduh di pinggir jalan.
"Hoamm.." ngantuk. Sedikit menurunkan posisi duduk, melipatkan kedua tangan di dada menyandarkan bahu dan kepala pada kaca bus.
"Dari puluhan ribu manusia, moga aja ada yang bisa deket dan ngerti gue." Celoteh gue dengan mata sayup setengah terbuka. Satu menit berjalan gue udah ga bisa membedakan mana mimpi mana kenyataan, Tiba tiba.
Lembab, hutan basah menjelang hilangnya matahari, tumpukan daun kering yang berguguran dimana mana, ratusan pohon yang tak lagi terlihat tingginya karna tertutup kabut. Tak ada suara.
"Ini dimana? Oh iyah gue lagi mimpi" sambil berjalan di semak yang mulai basah karena air gerimis.
Yah benar, gue bisa mengendalikan mimpi, sedikit berlebihan sih. Mungkin lebih tepatnya bisa membedakan mana kenyataan mana mimpi yang biasa mereka sebut dengan Lucid Dream.
Entah sejak kapan, rasanya sudah lama seperti ini, tidak hanya bisa membedakan mana yang mimpi dan bukan, gue juga bisa ngelakuin apa yang gue mau, bicara, jalan, memukul yang konsekuensinya tangan memar ketika bangun tidur karena tembok sungguhan yang jadi sasaran. Terbang, yap.. aneh sih, tergantung kondisi mimpinya, kalau sedang dalam episode superhero, ya gue bisa terbang. Oh iyah, termasuk melakukan apa yang selalu cowo pikirin. Taulah, Tapi gue ga suka hal seperti itu, kalau bangun nanti jadi ribet urusannya. Skip.
Namun ada yang janggal, mimpi ini terlalu nyata, gerimis di tengah hutan dan angin dingin yang mengelus ke bawah telinga, benar benar terasa nyata. Bahkan gesekan daun kering yang terkena gerimis dikaki, ah tapi kan ini mimpi, gue kan lagi tidur di bus. "Oh iyah, tar gue ke bablasan lagi" keluh gue di tengah hutan, kalau gini gue harus manjat pohon, terus lompat biar bisa bangun.
"Elahh, mau bangun aja ribet" kaki setengah naik dengan tangan kanan yang sudah menggenggam dahan pohon bersiap untuk naik, dari ekor mata terlihat sosok putih yang sedang berdiri diujung dataran tanah yang sedikit menaik.
"Please dah gue lagi ga mau ketemu sama yang beginian" sambil menghiraukan objek yang ada di ekor mata, salah satu yang paling gue hindari, makhluk halus, setan atau apapun itu namanya, dan gue lagi tidur di bus, kalau teriak di dalam mimpi ga menutup kemungkinan gue teriak di tengah-tengah kerumunan orang di dalam bus, bikin malu aja.
Dengan badan yang sudah terangkat dan tangan kiri yang sedang berusaha meraih dahan berikutnya, dari ekor mata sebelah kanan semakin terlihat jelas, sosok putih mendekat! Memaksakan untuk menoleh.
"Terbang Anjir!!!" sontak gue lompat dari pohon yang sudah 1/3 di naiki.
"Ko gue belum bangun anjay!!!" sambil berlari dengan rusuh, ini terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Bahkan cepatnya degupan jantung karena berlari benar benar terasa nyata!.
"Waaaaa tolong!!!" teriak gue sekuat tenaga berlari rusuh di tengah hutan. Sosok putih yang terbang di belakang gue benar benar sudah mendekat.
"Tolongg!!!" parau suara gue berteriak.
Setengah melayang gue terlempar karna tersandung batu saat berlari, dari posisi telungkup gue coba merayap di antara semak, bahkan siku yang menjadi tumpuan untuk merayap terasa sakit, sekujur tubuh gue gemetar, ini terlalu nyata! Jalan buntu!!