Bumi Para Pembelit

Noor Cholis Hakim
Chapter #3

Meja Makan

September 2018.

“Mbak, akan berangkat lusa, kan?” tanya pria paruh baya kepala lima itu, Dimas Abimanyu Cakrawala. Kumis tipis senantiasa menghiasi bagian gumunnya, lekuk bibir yang berada persis di bawah hidung.

Larasati Subardimas, dua puluh tiga tahun, putri sulung Keluarga Dimas, tersedak mendengar pertanyaan frontal Ayahnya yang berhasil memecah suara hujan dan gemuruh petir di luar sana.

Uhuk ...

“Iya, Ayah. Besok aku akan mulai mengemas barang. Nawang, Ibuk, jangan rindu aku, ya, ihihihi … Aku nggak akan lama, kok. Paling-paling cuma buat nambah pengalaman aja, setahun mungkin bisa lah, ya.”

Ibu terkekeh seraya berdecak.

“Ilmu yang didapat di sana, diambil baik-baik ya, Mbak Laras,” pesan Dimas pada anak sulungnya.

Laras melakukan gerakan hormat pada sang ayah, “Siap, laksanakan, Komandan! Lagi pula, Laras, juga sadar kalau perusahaan kita juga masih butuh banyak ilmu kurasi. Pemilahan gambar dokumentasi di koran kita menurut, Laras, pribadi kurang eye catching. Semoga sekembalinya, Laras, dari Museum Golden Pallace, bisa membawa manfaat bagi perusahaan pers kita, Amin.”

Amin, nanti, kirimi Nawang oleh-oleh, ya, Kak. Semoga Nawang bisa nyusul ke Inggris sana,” tekad Nawang Wulan Subardimas, anak bontot dari Keluarga Dimas, terpaut tujuh tahun dari Laras, merupakan salah satu influencer di media sosial, instagram. Sempat beberapa kali melakukan program percepatan, jadi isi otak gadis ini tidak perlu diragukan lagi. Kelihaiannya dalam berbagai ilmu akademis, ia pergunakan untuk menyebarkan ilmu kepada khalayak dan para pengikut akunnya. Popularitas seorang Nawang pun melunjak karena itu. Meskipun, anak bontot ini aktif di media sosial, ia cenderung pemalu ketika bertemu langsung dengan orang asing. Baginya, lebih baik menebarkan ilmu dengan bersembunyi di balik layar ponselnya saja.

“Memangnya, Nawang mau ngapain juga ke Inggris?” Anjani Citta Danastri, ibu ketiga anak tersebut, heran pada Nawang. Wanita setia yang telah mendampingi Dimas ribuan kali menguji nasib mulai dari nol, memiliki kelihaian dalam bermain kata sehingga mengambil langkah hidupnya untuk menjadi seorang penulis bernama pena Cempaka.

Anak perempuan bungsu itu salah tingkah, “Ehehehe, Nawang udah coba-coba daftar seleksi mahasiswa baru di sana, Buk, Yah, Kak. Tinggal nunggu pengumuman.” Ia menyunggingkan bibirnya.

Ketiganya tertegun mendengar kabar baik itu dari Nawang.

“Nggak usah ikut beasiswa ya, Wang. Kasih slot bagi orang yang memang butuh,” nasihat singkat Dimas. Nawang mengangguk ragu-ragu, “Em … iya, Yah.”

Kepala keluarga di rumah ini selalu bersikap dingin, meski tengah berkumpul di acara keluarga informal semacam ini. Bagaimana tidak, sosok serius dan ambisius telah melekat dalam jati diri seorang Dimas Abimanyu, pemilik Perusahaan Surat Kabar Cakrawala, salah satu perusahaan paling berpengaruh pada tahun 2018 dan menempati strata paling atas dalam urutan perusahan pers di Indonesia. Perusahaan yang telah ia dirikan selama puluhan tahun ini, bahkan sebelum Laras menapakkan kaki ke dunia, telah berhasil melampaui perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang sejenis, seperti halnya perusahaan yang hampir sama levelnya, yakni Perusahaan Surat Kabar Gemintang.

“Em, … oh iya, Ayah, besok juga ngehadiri acara penganugerahaan perusahaan berpengaruh di Indonesia kan, ya?” tanya Laras.

Dimas mengangguk, “Iya, Mbak. Perusahaan kita setidaknya sudah masuk ke tiga nominasi di acara besok.”

Laras tertegun, memancing Dimas ke dalam pembicaraan seru, “Wow, apa aja itu, Yah?” Dimas meletakkan sendok dan garpunya di atas piring putih, merapal nominasi yang berhasil perusahaannya masuki. “Kategori perusahaan paling berpengaruh secara Nasional, perusahaan pers dengan informasi ter-hot, dan salah satu artikel kita masuk nominasi artikel ter-inspiratif.”

Lihat selengkapnya