Bumi Para Pembelit

Noor Cholis Hakim
Chapter #5

Surat Elektronik

September 2018

Malam harinya, di Perusahaan Surat Kabar Gemintang.

“Aris, kau akan lembur sampai jam berapa hari ini?” tanya Anggara. Pria itu sudah bersiap mengemas barang-barangnya untuk pulang. Pun dengan Harjo.

Begitulah rutinitas mereka, setiap hari datang lebih awal dari karyawan lainnya dan pulang paling akhir. Intensitas kerja mereka benar-benar sulit dipercaya. Kualitas skill mereka bagus, hingga lupa akan kualitas kebahagiaannya sendiri.

Aris menoleh pada sumber suara itu, “Tumben, jam segini udah mau pulang? Ini belum tengah malam, Bro. Tapi, kalau kalian mau pulang, silakan! Ada hal yang harus kuurus terlebih dahulu.”

Kedua temannya mendekat padanya, “Apa yang hendak kau urus, Ris?” Harjo menyelidik. Aris menutup selembar kertas yang ada di mejanya dengan kedua tangan. “Kau menyembunyikan sesuatu dari kami, Ris?” tanya Anggara.

Aris bergedek, “Hah? Tidak, ini masalah internal, beberapa hari ini aku gaduh dengan orang rumah. Pikiranku sedang terganggu, jadi aku mau bekerja saja.”

Anggara berdecak, “Ckckck … Ris, Ris, mungkin kalau Pak Satpam tidak mengusirmu dari sini sebelum pukul dua dini hari, kau pasti memutuskan untuk tinggal di sini. Ingat, Ris, dunia hanya sebentar, kalau ada masalah dengan keluarga di rumah, lebih baik sudahi saja! Aku hanya memberi saran padamu.” Anggara menepuk-nepuk punggung Aris, seraya meninggalkannya, “Aku pergi dulu, Ris!”

Harjo masih tertegun dengan sahabatnya itu, “Sesuka itu, kah, dirimu dengan pekerjaan ini?” gumamnya. Ia berjalan mengekor di belakang Anggara.

Aris menyunggingkan senyum.

Kedua temannya pergi. Pria yang masih tinggal sementara di kantor itu segera membuka e-mail-nya. Lalu mengetik suatu pesan dan mengirimkannya pada pemilik akun jokoberjo@gmail.com.

Terkirim.

Maafkan aku, teman-teman. Sudah sekian lama aku mengabdi di perusahaan ini dan belum mendapat promosi jabatan. Tapi, kali ini sepertinya aku akan naik jabatan lebih dulu dari kalian. Wajah Aris muram.

***

Rumah Pria Misterius.

Srot! Suara kucuran air kopi dari coffe maker bermerek. Aroma kopi semerbak terciup, meresap ke indra pria yang meraciknya.

Ponselnya berbunyi, sebuah notifikasi muncul di layar depan. Pria yang tengah membuat kopi itu segera mempercepat langkahnya, menuju ke sumber bunyi. Kepulan dari kopi panas di tangannya itu menyebar seiring dengan langkah cepat sang pria.

Anda menerima e-mail dari arisdewandaru@gmail.com, gumamnya membaca notifikasi yang tertera di ponsel.

Ia tersenyum.

“Sudah kuduga, pancingan itu akan berhasil menangkap ikan yang ternganga, bernafsu tinggi,” ujarnya, mengumpamakan Aris sebagai seekor ikan.

Lihat selengkapnya