Maret, 2019.
Tengah malam di ruangan Wakil Direktur Perusahaan Gemintang.
Seorang pria tengah mengisi ruangan besar itu sendirian. Duduk di hadapan komputer dengan sinar menyentrong ke wajahnya. Meski jabatannya sudah naik sekarang, ia masih terbiasa lembur, sama dengan enam bulan sebelumnya. Namun yang berbeda, papan nama di meja tersebut sudah bukan bertuliskan ‘Staff Perusahaan’ melainkan ‘Wakil Direktur, Aris Dewandaru.’
Kedua kacamata Aris sesekali memancarkan sinar silau, hasil dari pantulan cahaya layar komputer di ruangan gelap yang hanya disinari oleh lampu kuning di dekat meja dan sedikit remang-remang rembulan menembus dari beberapa jendela ruangan.
“Aku akan menelepon Anda sekarang. Hendaknya Anda bersiap untuk menerima kabar besar ini,” gumam Aris membaca surat elektronik yang ia terima dan menyita waktunya untuk tinggal beberapa jam lebih lama di kantor ketimbang staff bawahannya.
Ponsel Aris berdering seiring munculnya nama penelepon, ‘Bapak Joko Berjo.’
Aris memperbaiki posisi duduknya dan mempertimbangkan bahwa ternyata lebih nyaman berdiri sembari berjalan kesana-kemari.
“Baiklah,” bisiknya seraya menggeser tombol ‘Angkat.’
Pria di ujung sana terlebih dahulu menyapa Aris, “Halo, Pak Aris?”
Aris sedikit gemetar. Meski sudah sekitar enam bulan mereka berhubungan, tetapi tak pernah sekali pun bertemu. Pria yang sudah menjadi Wakil Direktur berkat jasa lelaki di ujung sana ini sempat menyematkan beberapa enigma kepada lelaki itu, “Siapa dia?” Kalimat itu selalu terlintas di pikiran Aris persis di setiap komunikasi mereka rampung.
“Halo! Iya dengan saya sendiri. Bisakah kita mulai sekarang?” jawab Aris.
Joko Berjo terhentak di sana, “Oh iya iya. Maaf, membuatmu menunggu lama. Apakah aku terlalu banyak menyita waktumu, Pak?”
“Ah, tidak sama sekali. Sudah kubilang aku sering lembur. Em … apakah kita bisa berbicara santai saja? Tidak perlu terlalu formal,” ujar Aris.
“Oke. Seperti itu? Hahaha …”