Maret, 2019.
Keesokan harinya di jalanan menuju Perusahaan Surat Kabar Gemintang.
“Gimana, Ras? Udah rampung dokumen yang kemarin aku suruh?” tanya Siska saat bertemu Laras yang baru turun dari bus.
Laras menyapa balik Siska, lalu mengangguk setelahnya. “Sudah, nih, Sis. Bentar aku kirim lewat surel, ya,” ujar Laras seraya mengotak-atik ponselnya.
“Jangan, Ras! Ada disc-nya, nggak?” seru Siska.
Gadis itu mengangguk, hari ini nuansa hatinya nampak ceria, terpampang dari warna blus kuning yang ia kenakan. “Ada, Sis. Aku serahin disc-nya ke kamu, ya, berarti?” Laras merogoh tas selempangnya.
“Nah, kalau gini baru bener, Ras. Kerja yang bagus! Disc ini isinya apa aja? Cuma dokumenku doang, kan, ya?” puji Siska.
Laras mengangguk lagi.
“Berapa harganya? Akan kubeli.” Pertanyaan Siska membuat dahi Laras tertekuk. “Maksudmu, Sis?”
Siska mengambil napas panjang, “Huft … akan kubayar disc ini. Segini cukup, kan?” Wanita itu menyodorkan uang lembaran berwarna hijau pada Laras.
Laras tertegun, dipaksa menerima uang itu oleh Siska. Kemudian mereka berjalan lebih cepat ke kantor.
“Kita jangan terlalu dekat, Ras. Aku jalan duluan, ya. Makasih!” Siska mempercepat langkahnya, beberapa meter di depan Laras.
Gadis dengan blus kuning itu masih terdiam penuh tanya.
***
Ruang Tim Redaksi.
“Kita mulai rapat lanjutan hari ini untuk merealisasikan konsep yang sudah dicetuskan dan disetujui oleh Bapak Aris,” ujar salah satu pria berjas gelap yang mengalungkan name tag dengan tulisan Kepala Tim Redaksi.
Laras belum menemukan tempat duduk.
“Ke mari, Bu Laras!” ajak seorang pria yang membuat Laras sontak menoleh. Tatapan Laras seketika datar seusai mengetahui sumber suara itu berasal dari Alberto.
“Baiklah, karena tidak ada tempat duduk. Aku akan duduk di sebelahmu kali ini,” ujar Laras dengan gaya jual mahalnya.
Alberto tersenyum.
“Mengapa kau memanggilku dengan kata ‘Bu’ itu lagi, hah? Jangan menggodaku!” seru Laras judes.
Pria itu menggaruk tekuk lehernya, “Bukankah kita tengah berada di lingkungan kantor? Anda harus berbicara formal di jam-jam ini.”
Mereka terdiam.
“Silakan untuk Bu Siska mengawali presentasi hari ini. Sudah siap, kan?” tanya Kepala Tim Redaksi itu.
Siska mengangguk, kemudian berdiri dan membawa laptopnya.
“Saya sudah siap, Pak. Bahkan untuk pembentukan struktur pengorganisasiannya juga sudah saya susun nama-nama yang akan terlibat.” Paras cantik Siska itu membuat beberapa orang terbelalak.
Waktu berjalan sangat cepat, hingga presentasi Siska sudah berada di sesi tanya jawab.
“Ide Anda sangat bagus, Bu Siska. Menurut saya, Anda adalah paket lengkap untuk seorang wanita,” puji Aris yang sedari tadi menyimak presentasi.
Siska tersipu, “Terima kasih, Pak.”
“Saya rasa tidak ada pertanyaan yang perlu diajukan. Kami menerima ide Anda, Bu Siska. Silakan Anda sebutkan struktur pengorganisasian untuk realisasi konsep ini!” lanjut Aris.
“Siap, Pak. Saya sebutkan sekarang, untuk kali ini saya menjadikan satu bagian peliputan dan publikasi agar mengefektifkan proses kerja. Jadi, tidak perlu terlalu banyak orang yang ikut ke dalam konsep ini. Siapa pun yang terpilih, saya minta kerja samanya, ya. Kalian mau bonus besar, bukan? Karena saya juga mau, hehehe …” canda Siska, mencairkan suasana.
Ruangan seketika terisi oleh sorak tawa dari staff dan beberapa senior tim redaksi.
“Untuk anggotanya, saya memilih Bu Anik, Bapak Andika, Bu Brenda, dan Bapak Akira. Sedangkan untuk koordinator yang akan sering berhubungan dengan saya. Sudah saya pertimbangkan matang-matang untuk menunjuk …” cetus Siska.