Maret, 2019.
Kafe Markofi.
“Benarkah kau melakukan itu padanya?” tanya Aliza dengan intonasi tinggi.
Laras mengangguk. Gadis itu sudah berceloteh panjang tentang kejadian dua hari terakhir yang ia alami di kantor. Termasuk Alberto yang berkali-kali menolongnya kala terpuruk.
“Apakah itu terlalu jahat?” Laras balik bertanya pada Aliza.
Sahabatnya sekaligus pemilik kafe ini mengangguk. Membuat Laras merasa bersalah hingga memukul-mukul kepalanya dengan kepalan tangan.
“Terima dia, Ras! Dia hanya ingin menjadi teman yang baik bagimu. Apa alasanmu menghindarinya?” ujar Aliza.
Laras terdiam.
“Atau jangan-jangan kau tengah berlagak sok jual mahal padanya? Astaga, itu jauh lebih memalukan!” Aliza menutup mulutnya dengan kedua tangan menelungkup.
Laras memandang sahabatnya datar, “Aku ke mari untuk bersandar pada pundakmu, bukan mendengarkan ejekanmu, Aliza!” seru Laras.
Aliza nyengir mendengarnya.
“Maka, kau juga butuh pundak kala berada di kantor. Orang yang tepat adalah Alberto, Ras! Bila lingkungan yang seharusnya menjadi tempatmu berkembang itu toxic dan kau tetap harus bertahan. Setidaknya cari orang yang tepat untuk mendampingimu di sana!” pintah Aliza.
“Baiklah. Haruskah aku meminta maaf padanya? Aku merasa bersalah pada pria keren itu,” ujar Laras dengan mata tertunduk.
“Pria apa, Ras? Pria keren?” goda Aliza karena mendengar temannya itu keceplosan.
Laras terhentak. “Berhenti, Liz! Aku pamit pesan kopi dulu, ya, pemilik!” sentak Laras.
Aliza terkekeh seraya membuka ponselnya. Kini di tempat Aliza sudah mempekerjakan empat pegawai untuk membantunya melayani para pelanggan yang semakin lama banyak permintaan.
“Halo, ada yang bisa saya bantu?” sambut seorang kasir, salah satu pegawai di tempat Aliza.
“Saya pesan iced caramel machiato grande, tolong tambah dua shot espresso, ya!” pintah Laras.
Kasir yang mencatat pesanan Laras itu terbelalak, “Benarkah? Pesanan Anda sudah mengandung dua shot espresso, tetapi masih mau nambah lagi?”
“Iya, saya sedang banyak masalah hari ini.” Laras tersenyum tipis.
Pria yang berdiri di balik meja kasir itu menekan-nekan tablet pesanan di depannya, “Oke, saya tidak akan bertanggung jawab jika Anda gemeteran selepas minum ini.”
Laras menyunggingkan satu sudut bibirnya, “Bahkan aku tidak meminta pertanggungjawabanmu. Mengapa semua orang di dunia ini suka ikut campur?” gumam Laras pelan.