Maret, 2019.
Dini hari di rumah kampung.
“Njas, udah siap, belum?” tanya Laras seraya membenahi kunciran rambutnya. Baju yang ia kenakan masih sama dengan kemarin, setelan blus kuning dengan rok putih selutut.
Anjasmara mengangguk. Ia mengenakan kemeja lamanya yang dibawa Laras dalam koper sewaktu pindahan.
“Tapi, Anjas belum ketemu Ayah, Kak. Gimana?” Anjasmara memandang arlojinya. Laras sempat pergi ke toko jam beberapa hari lalu sebelum kepulangan Anjasmara untuk membenahi arloji usang milik pria itu.
Anjani keluar dari kamarnya dengan setelan baju tidur dan jaket tebal membalut tubuh atasnya. Cuaca masih sangat dingin pagi ini.
“Loh, Ibuk, udah bangun?” Laras terkejut memandang Ibunya yang melangkah menuju ruang tamu.
Anjani bersedekap, “Apakah itu retoris yang sama, Mbak? Hehehehe …” guraunya.
Laras nyengir. “Kalian nggak kedinginan, kah? Mau Ibuk buatin minuman anget dulu sebelum pergi?” tawar Anjani.
Sontak mereka berdua berdua bergedek bersama.
“Ayah di mana, Buk?” Anjasmara menjulurkan lehernya, menyelidik sekitar, berharap Dimas mengekor di belakang Anjani.
Anjani mendekat pada putranya, lalu menepuk-nepuk pipi pria yang lebih tinggi darinya itu, “Ayah masih belum bangun, Mas. Kamu temui nanti selepas kerja nggak apa-apa. Ibuk bakal sampaikan ke Ayah kalau kamu udah bebas. Tenang aja, ya. Nggak usah dijadiin beban. Semangat!”
Anjasmara mengangguk, menahan matanya yang mulai berkaca-kaca.
“Oke, ayo, Njas, berangkat sekarang!” ajak Laras seraya membenahi posisi tas selempangnya.
Mereka berdua mencium tangan Anjani.
“Ibuk, doakan lancar, ya. Ini adalah langkah awal kami berdua untuk hari-hari baru. Laras sama Anjas pergi dulu, ya!” pamit Laras.
Anjas turut mengikuti yang dilakukan sang kakak.
“Hati-hati. Semangat! Ibu yakin kalian bisa melakukan yang terbaik hari ini,” ujar Anjani seraya mengepalkan kedua tangannya ke atas, lurus di depan matanya.
Laras dan Anjasmara meninggalkan rumah. Keduanya berjalan menjauh dari rumah, ditelan oleh remang-remang cahaya.
“Apakah, Kakak, tiap hari berangkat pukul segini?” Anjasmara melanjutkan langkahnya seraya menyambi bertanya pada Laras.
Gadis itu mengangguk, “Ayo, Njas, lebih cepat! Jadwal bus terdekat sebentar lagi!” seru Laras.
Anjasmara tersenyum mengejar Laras yang beberapa langkah di depannya.
“Mau kugendong lagi?” tawar pria itu.
Laras meliriknya tajam, “ENGGAK!”
***
Studio Siaran News.
Anjasmara memantapkan keyakinan di ruang tunggu dengan puluhan calon penyiar lainnya.
Apapun yang terjadi di dalam, aku nggak boleh terpancing emosi, tekadnya.
Beberapa saat lalu, ia sempat melihat sebuah mobil hitam yang membawa seorang gadis di dalamnya. Perempuan itu masih sama dengan enam bulan lalu, Marina. Namanya cukup melejit dalam dunia pers. Bahkan semenjak debutnya yang terhitung masih sangat singkat, gadis itu rumornya akan membawakan acaranya sendiri, Marina’s Talkshow. Ia masih sangat belia, pun belum rampung kuliah, tetapi sudah bisa dibilang sukses.