Maret, 2019.
Tikungan kampung dekat gazebo.
Laras berjalan perlahan selepas keluar dari rumahnya, menuju gazebo yang terletak di pinggir jalan selepas keluar dari gapura kampung.
“Halo!” sapa gadis itu, tepat beberapa detik setelah melihat seorang pria dengan dada bidang duduk termenung di gazebo. Ia mencoba ramah pada adiknya sendiri.
Anjasmara tersenyum getir melihat kedatangan Laras.
“Bagaimana, Kakak, tahu aku di sini?” tanya Anjasmara.
Laras duduk di sampingnya, lalu membaringkan diri dengan mengibaratkan salah satu paha Anjasmara sebagai bantalan empuk.
“Nawang yang memberi tahuku. Akhir-akhir ini kamu sering ke sini katanya. Kamu ngerokok, kah?” Laras mengendus bau napas Anjasmara.
Anjasmara nyengir seraya menggaruk tekuk lehernya.
“Kakak nggak akan marah, kok. Menjadi nakal, itu wajar. Namun, menjadi memberontak, itu yang kurang ajar,” tukas Laras.
Anjasmara terdiam.
“Ngapain kamu ke sini? Aku kesepian di rumah tadi. Tatap aku, dong, Njas!” keluh Laras.
Lelaki itu mengunci pandangannya ke bawah, tepat mengarah pada kedua bola mata Laras. “Em … gimana, ya, jelasinnya, hehehe …” Anjasmara sedikit bingung.
“Biasanya kalau orang menyendiri itu ada dua kemungkinan, sih. Lagi ada masalah atau lagi …” Laras mulai menggoda Anjasmara.
Anjasmara langsung membantah Laras sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, “Ah, Kak Laras, ini apa-apaan, sih?”
Laras terkekeh.
“Kalau lagi ada masalah, itu diceritain, Njas. Jangan dipendem sendiri!” pintah Laras seraya bangkit duduk.
Anjasmara menengadah, menatap ratusan bintang yang berkilau di langit malam.
“Atas kematian Ayah, jangan salahin diri kamu, Njas! Anjas nggak salah. Kalau kamu murung gini terus, Ayah pasti bakal berat ninggalin kita di sana. Lupakan soal perkataan Ibuk kemarin-kemarin, Njas. Orang yang syok itu wajar kalau marah. Maka dari itu, hendaknya manusia jangan bicara kalau lagi marah, sebab yang didapat bukan kepuasan, tetapi keputusasaan.
Semua yang meninggalkan, bukan berarti membenci, mereka baik, sebab mereka lupa bahwa akan tetap tertinggal dalam memori kita. Konon, bintang-bintang yang berjajar di langit sana adalah roh orang-orang yang meninggal, mereka tengah mengintip kita. Kini, meski Ayah udah nggak ada di sini, kamu tetap bisa bahagiakan beliau di sana. Buktikan pada beliau, kalau Anjas adalah orang yang mandiri. Sebab, kamu satu-satunya cowok di keluarga kita. Itulah mengapa Ayah keras padamu. Beliau takut kamu nggak siap untuk melindungi Ibuk, Kak Laras, dan Nawang, saat beliau meregang nyawa,” celetuk Laras.
Anjasmara sudah tidak bisa menahan bulir-bulir air mata turun deras.