Maret, 2019.
Makan malam telah usai. Sesuai dengan pintah Anjani, Anjasmara masuk ke kamar orang tuanya. Sedangkan Anjani memindahkan bantal ke kamar Laras dan Nawang.
Anjasmara baru pertama kali melihat isi kamar kedua orang tuanya di kampung. Selama pindah ke tempat ini, Anjasmara sama sekali belum pernah masuk ke dalam kamar. Hanya tidur di ruang tamu dengan ditemani lentera dan diselimuti angin malam. Terkadang, ia ditemani suara gemericik air hujan yang seolah mengantarkannya menuju mimpi indah. Nada terurai dari rintik diikuti aroma tanah basah yang merasuk ke dalam hidung, seolah meredakan semua rasa gundah, marah, juga sedih yang Anjasmara tahan.
Sepanjang mata memandang, hanya rak buku tua di ujung ruangan yang berhasil memikat Anjasmara untuk mendekat.
Puluhan buku koleksi Anjani tertata rapi di rak tersebut. Bagian paling atas dari rak, digunakan sebagai penyimpanan khusus untuk keempat buku dongeng karya Penulis Cempaka.
“Fox Tales.” Jari Anjasmara menyentuh ujung buku dongeng karya Anjani. Ia menarik keluar buku tersebut dari rak.
“Seumur hidup, aku nggak pernah baca karya Ibuk. Mungkin buku dongeng ini jadi yang paling beruntung, karena bisa kusentuh, hehehe …” gumamnya.
Anjasmara mengambil posisi duduk dengan ranjang sebagai alasnya. Ia membuka buku dengan sampul dominasi warna merah dan putih itu. Ilustrasi dari buku sudah cukup memukau, gambar seekor rubah yang terpojokkan diselimuti rasa takut.
“Baiklah, aku akan membacamu, rubah! Jangan buat aku bosan, ya!” Anjasmara menegasi benda mati yag dipegangnya.
***
Fox Tales; sudut pandang seorang antagonis.
Kala sang purnama menyiratkan pesan lewat cahayanya. Kepada sang rubah yang tertidur pulas di setiap malamnya. Purnama tak pernah sekadar melewatinya. Ia menjadi teman dan pendengar baik baginya.
Mengapa sang Rubah selalu digambarkan sebagai antagonis dalam cerita? bisik sang purnama.
Seekor rubah tengah meringkuk kedinginan di seberang sana. Hamparan sungai yang luas, memisahkan sang rubah dengan hutan, tempat seharusnya ia tinggal.
Tadi pagi, warga hutan mengusirnya dari tempat tersebut. Sebab menjumpai sang rubah yang mencuri telur burung di salah satu sarang si merpati.
“Aku tidak melakukannya. Kebetulan saja aku lewat dan melihat sebuah telur segar terletak di atas pohon sana. Aku takut dia jatuh,” jelas sang rubah ketika tertangkap basah oleh si kancil dan kawanan burung yang gusar.
“Alasan! Jelas-jelas aku melihatmu hendak memanjat ke atas sana. Wahai kancil yang bijak, coba bayangkan saja, untuk apa seekor rubah berbuat baik kepada kita?” bantah seekor merpati, pemilik saran tersebut.