Maret, 2019.
Malam hari ketika Aris kembali berhubungan dengan Joko Berjo selepas enam bulan berlalu. Ruangan Wakil Direktur Perusahaan Gemintang itu hanya diisi oleh pemiliknya, Aris Dewandaru.
Ia tengah tersambung telepon dengan seseorang di ujung sana, Joko Berjo.
“Mari kita mulai!” seru Aris.
“Baiklah. Aku akan menjelaskan detail kronologi penangkapan Nirmala pada tahun 1996.
Sedikit penyelidikan yang kulakukan beberapa bulan lalu, aku mendapat informasi bahwa Nirmala dijebloskan ke dalam penjara tepat setelah berita tentang klinik aborsi ilegalnya diunggah oleh Perusahaan Surat Kabar Cakrawala,” jelas pria di ujung sana.
Kedua mata Aris membelalak, “Cakrawala? Milik Pak Dimas?”
“Benar. Perusahaan yang ia pimpin mengetahui jelas tentang seluk-beluk dari klinik Nirmala ini hingga mampu meliput hal semacam itu dengan cukup detail. Padahal penyidik belum mengetahui tentang keberadaan klinik Nirmala tersebut.”
Aris memutar otak, “Bagaimana mungkin media bisa bertindak lebih cepat dari penyidik?”
“Bisa saja, di dunia seperti ini seharusnya menganut konsep siapa cepat, dia dapat. Tetapi anehnya, yang kuketahui sepanjang ini media bersifat menginformasikan, bukan menyudutkan. Namun, berita yang dirilis persis sebelum Penulis Cempaka, istri Pak Dimas, melakukan debut dengan peluncuran buku dongeng pertamanya ini, seolah digunakan sebagai jalan penyelamatan diri.”
Aris mengernyitkan dahi, “Maksudnya? Pak Dimas meluncurkan berita ini hanya untuk menyelamatkan sang Istri?”
Pria di ujung sana berdecak kagum, “Yups! Bisa jadi seperti itu. Ada banyak makna terselubung dalam peliputan berita ini, entah untuk menjebloskan Nirmala ke penjara atau untuk kepentingan pribadi dari Dimas Abimanyu Cakrawala dan keluarga.”
“Paham. Berarti tugasku adalah mencari tahu makna tersembunyi tersebut?” tanya Aris.
“Iya, cari tahu mengenai apa kaitan plagiasi Penulis Cempaka dan penangkapan Nirmala yang terjadi bergilir dengan selisih waktu tidak lama! Kurasa keluarga Dimas dan wanita yang bersangkutan ini memiliki hubungan dekat. Terutama ada sosok misterius di rumah Nirmala, wanita itu mengasuh seorang bocah lelaki yang kemudian ia tinggal saat si bocah berusia sepuluh tahun, sebab harus memenuhi panggilan dari pengadilan sebelum benar-benar diputuskan bersalah.”
Aris menggaris bawahi kalimat-kalimat terakhir pada ucapan Aris, “Bocah lelaki? Siapa dia?”
Rupanya pria di ujung sana tengah melamun hingga membuat tuturannya tak terarah, “Ah! Apakah aku menyebut bocah lelaki tadi?”
“Iya. Terdengar sangat jelas,” ujar Aris.
Segera Joko Berjo terkekeh dalam teleponnya, “Ahahaha … Belakangan ini aku suka melantur, jangan terlalu kau hiraukan, ya!” pintahnya.
Aris terdiam.
“Pak Aris? Aku tidak serius soal bocah lelaki itu. Jangan kau hiraukan, ya!” pintah Joko Berjo.
“Oh iya, santai saja. Aku pasti mematuhi apa yang kau katakan,” timpal Aris mantap dengan wajah sumringah.
“Baiklah. Aku akan mengirimimu e-mail tentang berita yang diliput oleh Perusahaan Cakrawala di tahun 1996 silam tentang Nirmala.”
Maret 2019.
Ruang investigasi.