April 2019.
Loteng Perusahaan Surat Kabar Gemintang, selepas berita tentang kaitan keluarga Dimas dengan Nirmala dirilis.
Laras menatap langit biru yang nampak jelas dari ujung loteng. Kedua tangannya dilipat di atas dinding pembatas sisi-sisi loteng.
“Apa yang harus aku lakukan?” gumam Laras. Matanya sembab, ia menangis kencang di loteng sedari setengah jam lalu.
“Tuhan, mengapa tak henti memberi keluargaku ujian? Apakah aku harus membenci keluargaku sendiri karena hal semacam ini?” teriak Laras seraya mendongak ke atas.
“Sepengecut apapun dirimu, jangan pernah membenci hal-hal yang pernah membuatmu bahagia.” Seorang pria dengan suara berat melangkah dari belakang Laras.
Laras terdiam.
Pria itu semakin dekat. Kini, ia sudah berada persis di belakang Laras. Kedua tangannya melingkari tubuh Laras, kemudian dipeluknya erat.
Gadis itu mati kutu, seolah waktu berhenti di saat-saat mendebarkan seperti ini.
“Jangan salahkan dirimu atas semua ini. Bukan ulahmu yang menyebabkan kegaduhan, tetapi mereka memang nggak tahu rasanya tenang. Pastikan dirimu baik-baik saja, sebelum memikirkan orang lain! Jangan biarkan kebencian menguasaimu karena marah!
Bila dunia jahat ke kamu, maka nggak ada alasan untuk berbuat baik pada dirimu sendiri.” Suara pria itu, masuk dengan sopan ke kedua telinga Laras.
“Kau sudah melakukannya dengan baik dan akan selalu seperti itu,” lanjutnya.
Laras menoleh, melepaskan pelukan pria di belakangnya.
“Alberto, bagaimana ini?” suara gadis itu parau.
Pria di belakangnya mengangguk dan melukiskan senyum. Ia menyeka halus air mata yang jatuh dari pelupuk mata Laras.
“Nggak apa-apa, semua kesedihan nggak akan berlarut-larut. Kuatkan dirimu, Ras!” Alberto menepuk-nepuk pundak Laras.
Tangis Laras semakin pecah kala itu. Alberto memeluknya kembali. Salah satu tangannya meraih kepala Laras dan mengelusnya dalam pelukan.
“Apa yang salah dariku? Mengapa semua orang berbohong padaku? Bahkan keluarga yang kuangap anugerah malah seolah membelot padaku. Mengapa?!” seru Laras.
“Mereka mungkin bukan berbohong, hanya menyembunyikan sesuatu yang mereka anggap menyakitkan dan tidak ingin diingat. Karena tiap orang punya penderitaan yang harus dipendam dan diluapkan di kala yang tepat.”