Bumi Pertiwi

risma silalahi
Chapter #3

Pria Misterius

Wajah Meisha tampak gusar sambil sesekali memandang ke bawah melalui jendela kamarnya. Jendela itu terletak di sisi yang menghadap ke gang sempit di samping. Tempat itu merupakan tempat favorit Meisha duduk menghirup udara segar.

Sudah beberapa kali Meisha mendapati pria itu nampak melihat ke atas memperhatikannya. “Siapa orang itu?” batin Meisha.

Seorang pria kira-kira seumuran dengannya. Namun penampilannya tampak berantakan, dengan rambut ikal gondrong, pria itu mondar mandir sambil menatap ke atas ke jendela kamar Meisha. Tangannya selalu memegang botol minuman keras.

Meisha bergidik curiga. “Sepertinya orang itu tinggal di dalam gang sempit di belakang ruko.”

“Ia pemabuk.”

Saat berada di jendela, Meisha sering tidak menyadari adanya sepasang mata yang selalu memperhatikannya. Wajah cantik Meisha, tampak manis dengan kedua lesung pipinya, kulit putih bersih, rambut hitam panjang lurus tergerai, sangat menarik perhatian pria itu. Meisha segera mundur dan menutup tirai jendela itu. Ia terdiam sejenak dan kemudian berusaha melupakan peristiwa itu.


***

 Musim penghujan mulai tiba, menggantikan kemarau yang telah bertahta selama beberapa waktu. Membasahi jalanan dan rumah-rumah di seluruh kota. Ini adalah bulan Desember. Di pusat-pusat perbelanjaan sudah mulai terpajang pohon-pohon Natal lengkap lampu-lampu dan hiasan-hiasan yang ditata secantik mungkin, seolah-olah saling bersaing. Kidung pujian Natal dikumandangkan di mana-mana tempat.

Menjelang hari Natal, Meisha mulai disibukkan berbelanja kebutuhan-kebutuhan Natal. Mulai dari pohon Natal dan pernak pernik hiasannya, hadiah-hadiah untuk semua anggota keluarga, sampai kepada bahan-bahan makanan dan bahan-bahan untuk membuat kue. Selama beberapa hari Meisha dibantu oleh Hanna memanggang kue-kue kering. Aroma harum kue tercium menggoda, membuat Bumi setiap saat datang memakannya. Mereka juga mengecat ruko itu dengan warna yang cerah, menambah keceriaan dan semarak menyambut Natal.

Malam Natal bertepatan dengan ulang tahun Bumi yang ke – 9 tahun. Sebuah kue ulang tahun dengan ornamen Batman, pahlawan super idolanya, kini tepat berada di hadapannya.

“Kita bersyukur untuk hari ini,” Hendrik memulai percakapan. Saat itu mereka berkumpul pada malam Natal sepulang ibadah dari Gereja.

“Kita sudah melewati masa-masa yang sulit, dan merupakan suatu anugerah kita masih bisa berkumpul bersama-sama. Natal kali ini mungkin berbeda, dalam suasana yang baru, namun selalu tetap bermakna.”

“Untuk Bumi, Happy Birthday, Sayang. Papa dan Mama berdoa selalu berdoa untuk kamu, agar menjadi anak yang mengasihi Tuhan, rajin belajar agar dapat menggapai cita-citamu. Dan tetap sayang kepada Mama, Papa, dan Pertiwi ya?” kata ayahnya sambil mengelus-elus kepalanya.

Lihat selengkapnya