Bumi Pun Tersenyum

Niken Sari
Chapter #1

BAB 1 Sebuah Cermin yang Bercerita

 

Sebab diriku...[...]

[… Dan bumi pun tersenyum padaku, ketika kutengadahkan wajah ke atas,

menatap langit biru, yang bertebarkan burung-burung gereja di mana mereka saling berkejaran,

bersatu, menari, bergembira menyambut hari yang kian pagi.

 

Tak mendung hari ini, rupanya tak ada hujan.

Entah mungkin nanti, ketika sore menjelang,

saat senja memikat dan menarik sang malam.

 

Tatapanku menatap ke satu arah, pada sebuah benda

yang teronggok di hadapanku,

jika aku terpaku, ia pun juga ikut terpaku,

jika aku bergerak, ia pun juga ikut tersentuh...

 

Namun aku tak pernah berani menyentuhnya,

sebab ada diriku di dalamnya,

seonggok cermin, menarik ruhku, ruhku, ruhku...

yang kini telah berganti dengan sosoknya,

sudah, biarlah..., biar saja...]

 

 

sejak gadis kecil itu masih berusia empat tahun, ia sering menatap ke arah cermin. Dan bertanya pada ibunya, tentang kenapa dirinya menjadi dua.

           Ibunya berkata pada gadis kecil itu, bahwa gadis yang satu di dalam cermin itu terperangkap dan tidak bisa keluar. Ia selalu menanti si gadis kecil untuk bertatap muka dan merawat wajahnya. Begitu kata sang ibu pada si gadis kecil.

           Saat gadis itu berusia dua belas tahun, ia pun bertanya lagi pada ibunya. Kenapa wajahnya sudah berubah dan kulitnya sedikit kasar? Ibunya menjawab bahwa dirinya sudah tidak bisa disebut gadis kecil lagi, ketika ia telah mendapatkan darah haid untuk pertama kalinya. Gadis itu menangis, entah kenapa....

           Sampai akhirnya ia berusia dua puluh satu tahun. Ia tetap sering menatap ke arah cermin dan duduk di depannya. Bisa bermenit-menit, bahkan berjam-jam memandangi wajahnya yang tiap tahun mengalami perubahan. Bahkan di mana pun ia berada, cermin tak bakal berada jauh dari dirinya.

           Sebenarnya, ada yang ia harapkan ketika tengah menatap cermin itu. Ia ingin agar dirinya yang terpenjara tersebut keluar dari dalam cermin. Karena, setiap ia melihat cermin, dan berkaca. Gadis itu selalu tampak seperti menyesali dirinya. Melihat setiap kesedihan-kesedihan yang ia tak pernah akan melihat sendiri bagaimana rupa wajahnya, selain ia tahu dari cermin itu. Sebuah cermin yang dapat menampakkan setiap ekspresi, senang, sedih, menangis dan pura-pura akan terlihat dari ekspresi wajah tersebut.

           Seperti ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan, gadis di dalam cermin itu seakan-akan memaksa agar dapat keluar dari dalam. Entahlah, sempat gadis itu berpikir apakah ia tengah berada di dalam jurang kegilaan? Karena ia seperti tak mengenal dirinya yang sebenarnya. Sebatang pohon beringin tua meneduhkannya dari sengat panas matahari yang semakin menjadi-jadi. Sambil merenung sendiri menatap cermin kecil di tangannya, ia melihat beberapa kumpulan para gadis-gadis yang berjilbab tengah tertawa dengan riangnya. Seperti tak ada beban yang menghantui tiap detik di dalam pikiran mereka, sekalipun.

           Gadis itu, bernama Andini.

           Terbesit di dalam hatinya, keinginan untuk menghiasi rambutnya dengan kain jilbab. Ingin seperti mereka. Agar ia dapat terbebas dan menjalani dunia-dunia barunya, sebagai bentuk manusia baru. Dan ia berharap, mungkin saja dunianya mendadak berubah. Benar, berubah. Memang itulah yang ia harapkan saat ini, adalah mengalami satu perubahan yang besar. Andini menatap ke arah cermin, dan tersenyum kecil. Hatinya berteriak-teriak girang, dan berkata. Hore...! Andini sebentar lagi jadi alim...! Hore, Andini berjilbab!

*

 

 

           Cermin.

Lihat selengkapnya