Bumi Pun Tersenyum

Niken Sari
Chapter #3

BAB 3 Ketika Jatuh Cinta, Melanda

Jatuh cinta itu, seperti apa rasanya? Beberapa orang menyebut cinta sebagai satu pengungkapan dengan teknik-teknik yang mereka miliki. Beberapa diantara tak mampu melakukannya. Kesedihan, jika ia merasakan getir-getir pahit nan rindu yang tak kesampaian. Dan hanya mendapatkan lara. Lara oleh cinta, sama seperti halnya ketika Andini mengalami proses cinta pada pandangan pertamanya. Ia bertemu dengan seorang mahasiswa yang dikenalnya lewat sebuah cara yang aneh. Andini percaya dengan sebuah keajaiban, seperti layaknya di dalam cerita-cerita film dorama Korea. Banyak diantara para lelaki dan perempuan mencari pasangannya lewat acara perjodohan, beberapa ada yang ‘memburu’ sendiri buruannya. Salah satunya adalah gadis itu, yang saat ini tengah duduk sendiri di bawah pohon beringin tua. Dan beberapa orang seperti Andini menemukan cinta dengan cara yang berbeda. Suatu hari, pada saat gadis itu tengah menyantap menu makan siang buatan ibunya, tepat di bawah pohon beringin tua. Salah satu tempat bersemayamnya, dan penghilang rasa penatnya ketika dirinya lelah menunggu pergantian waktu dalam jadwal mata kuliahnya.

           Selembar kertas, membuyarkan konsentrasinya sejenak. Ya, selembar kertas yang berhenti tepat di alas kakinya. Terinjak. Andini terdiam sambil kepalanya menunduk ke arah kakinya. Sepatu fantofelnya menginjak sesuatu. Gadis itu meletakkan rantang kecil di sampingnya. Kemudian ia mengambil kertas itu yang sudah kotor oleh bekas injakan kaki dan debu-debu yang menempel.

           “Kartu Rencana Studi siapa ini?” tanyanya heran dengan mengernyitkan alisnya yang tebal. Ia mengibas-ngibaskan kertas yang terpenuhi oleh debu dan pasir. Namun ternyata debu-debu itu tak bersahabat dengannya, dan sempat membuatnya terbatuk-batuk. “Uhuk...,uhuk, sial..., kertas siapa sih ini?!” gerutunya kesal. Andini pun melempar kertas itu menjauh darinya, alergi debu membuat penyakit sesak napasnya kambuh. Terdengar bunyi ngik...ngik layak pintu berdecit dan rona muka yang berubah menjadi merah. Ia pun lekas mengambil obat inhaler pelega nafasnya agar nafasnya dapat kembali menjadi normal kembali. Sial! Umpat gadis itu dalam hatinya dongkol, ia berpikir harusnya tak perlu mengambil kertas kotor itu jika nantinya akan membuat penyakitnya kambuh gara-gara terkena debu yang menyumbat saluran napasnya.

           Andini kembali beralih menatap rantang kecil di sampingnya, telur dadar dan nasi putih yang masih tersisa. Sedikit ada rasa enggan yang mengurungkan niatnya untuk menghabiskan makanannya, pikiran terpecah dengan teronggoknya kertas yang masih berhenti tepat di depan kakinya. Andini merasakan keanehan setelah ia mengambil kertas tersebut, diantaranya adalah berhentinya angin yang beberapa saat lalu terus berhembus dan mengibar-ngibarkan helaian rambutnya yang panjang dan bergelombang. Andini seperti dapat merasakan sesuatu di dalam dirinya, gejolak hatinya yang sepertinya menginginkannya agar ia mengambil selembar kertas itu lagi.

           Gadis itu terdiam merenung, menatap ke arah lembaran kertas yang masih menantinya. Kenapa rasanya hatiku gundah? Perasaan apakah ini, Tuhan? Gelisahnya. Beberapa saat ia menengadahkan kepalanya menatap ke arah langit, beberapa saat kemudian ia kembali menghadap pada kertas itu. Dan, beberapa saat Andini pun memutuskan untuk mengambilnya. Benar, gadis itu telah mengambil kartu rencana studi milik salah seorang mahasiswa di kampus hijaunya. Andini membaca nama pemilik kartu tersebut, ia mengejanya satu per satu.

           “Elmo. Elmo?” alisnya mengernyit pertanda heran dan aneh, ia berpikir bahwa nama pemilik kartu itu terdengar sangat aneh dan tak lazim digunakan.”Nama aneh.” Pikirnya sekali lagi. Andini mulai mencari jurusan dari seseorang yang bernama Elmo, tepat di bawah nama itu.

           Nama             : Elmo

           Jurusan          : S-1 Akuntansi

           NIM                : 12002218

           Andini kembali terdiam sesaat, mencoba untuk terus berpikir dan berpikir. Apa yang harus ia lakukan saat ini. Kartu Rencana Studi tersebut, sudah usang. Dan bukanlah selembar kartu studi pada semester yang ia pijak saat ini. Gadis itu memasukkan kertas tersebut ke dalam tasnya, lalu menyudahi menyantap menu makan siang yang semenjak tadi tak pernah ia berkeinginan untuk memakannya, setelah ia baru saja menemukan kertas aneh itu. Matahari sudah berpindah kutub rupanya, sinarnya menyengat kulit Andini yang terbakar oleh sinar matahari dan membuatnya semakin terlihat hitam. Andini beranjak dari bangku panjangnya dan mengambil tasnya. Setelah semuanya merasa telah beres, gadis itu pun melangkahkan kakinya lagi masuk ke dalam kelasnya untuk mengikuti mata kuliah di jam ketiganya.

           Namun, tak ada beberapa langkah dari area pohon beringin tua itu. Sepertinya daun-daun itu menyapanya lagi, dengan suara-suara nyanyian syahdunya. Gadis itu terperanjat, dan menoleh ke belakang, ke arah pohon beringin tersebut.

 

Andini, wahai penghuni beringin...

Carilah nama itu, carilah.., karena dia yang akan merubah hidupmu.

           Kemudian suara itu tiba-tiba menghilang seperti angin, yang begitu saja mudah datang dan pergi secepat kilat. Sunyi. Bertanya-tanya dalam garis kebisuan, apa maksud dari ungkapan hatinya tersebut? Namun, gadis bertubuh kurus nan jangkung itu memutuskan untuk terus melangkah ke depan. Sendiri dalam keramaian, sepi dalam kebisingan, hati yang lara dirundung nestapa. Berharap akan datangnya cinta yang suatu saat akan ia dapatkan, dan merasakan bagaimana cinta, mencintai dan dicintai oleh seseorang.

*

           Dalam setiap kesempatan, gadis itu mencoba untuk dapat berkumpul dengan teman-teman baruya. Tapi rupanya, ia tak mendapatkan itu. Selain hanya duduk sendiri di bangku paling belakang tanpa ada mahasiswa yang berniat untuk duduk menemaninya. Duduk diantara tujuh puluh orang mahasiswa, dan hanya dirinyalah yang tidak mendapatkan teman sebangku. Andini mulai merasakan keanehan yang sangat, ketika itu. Bertanya-tanya di dalam hatinya tentang apa dan kenapa sampai mereka tidak mau duduk berdekatan dengannya. Salah apakah ia sampai harus dijauhi oleh banyak temannya? Salah apakah ia, hingga mereka seperti memandang takut dan jijik pada dirinya, entah mengapa. Akan tetapi, gadis itu tak pernah mengeluh, ia hanya terdiam dan berkompromi dengan hati kecilnya sendiri. Pada suatu waktu, bercermin dan bercakap-cakap di dalam kamar mandi. Untuk sekedar mengungkapkan rasa sedihnya. Pada sebuah cermin, tentang kenapa tak ada seorang pun yang menyukainya.

           Pada setiap masa presentasi, ia pun hanya sendiri. Tak ada satupun kelompok yang menginginkan ia menjadi salah satu anggotanya. Tak ada alasan pasti tentang kenapa hal tersebut bisa terjadi dengan dirinya. No ones knowing about it..., no ones..., sendiri mempresentasikan tugas kuliah dan dengan penuh percaya diri diantara keraguan hatinya. Andini, tak pernah mengeluhkan rasa sedih itu pada temannya yang lain, yang beberapa diantaranya menaruh rasa iba padanya. Atas kediamannya dan segala bentuk keanehan yang ada di dalam diri Andini.

           Tetapi, gadis itu tak terlalu mempedulikan rasa simpati mereka. Karena kebanyakan dari mereka hanya menaruh rasa kasihan atas dirinya yang dirasa berbeda dari teman-temannya yang lain. Hingga ia pun memutuskan untuk tetap duduk sendiri, di manapun ia berada. Tidak di hall A, hall B, dan Hall D. Sendiri di garis keramaian yang tak pernah mengusiknya untuk ikut masuk ke dalam setiap komunitas mereka, dan bergerombol. Berpura-pura kenal dan mendengar pembicaraan orang-orang yang dirasa bodoh itu dengan menyahut obrolan mereka padahal tidak pernah nyambung sama sekali. Andini bukanlah orang seperti itu. Bukan. Ia adalah seorang gadis yang memiliki sebuah prinsip dan pandangan hidup sendiri. Di balik rasa sakitnya, yang orang lain kira itu semacam penyakit menular.

           Yang memalukan. Karena beberapa orang menyatakan ia pengidap autis, padahal tidak. Ada sesuatu yang membuatnya menjadi seperti itu. Bukan karena satu penyakit kutukan yang memang autis dianggap sebagai sebuah kutukan. Ia tidak seperti itu, tapi ia mampu. Mampu mengutarakan perasaan dan emosinya, walau ia kebanyakan diam. Ada sebab, yang membuat Andini tiba-tiba berubah menjadi seorang gadis yang aneh. Dan orang-orang tidak akan pernah mengerti apa yang ia rasakan selain hanya, cermin yang berbicara. Pada kegelapan. Di dalam hatinya, semenjak peristiwa itu. Ia sangat membenci suara-suara keras yang membisingkan telinganya, suara gaduh yang membuatnya ketakutan. Suara yang membuyarkan pikiran dan cita-citanya, pada suatu masa.

           Ketika itu....

           Saat dunia Andini mendadak berubah. Karena suara.

*

Hari terakhir masa orientasi kampus

           Pada hari sabtu, bertepatan dengan hari ulang tahun kampus hijau ke tiga puluh satu. Semua mahasiswa diharapkan berkumpul untuk menyambut hari jadi. Semuanya tampak dibuat sibuk oleh berbagai macam tugas-tugas yang membuat mereka berkeliling ke sana-ke mari melaksanakan tugasnya masing-masing. Andini yang mendapatkan rasa kelelahan dari hari ke hari, karena disibukkan dengan berbagai macam kegiatan mencari benda ini dan itu, seperti mencari beberapa benda yang berbeda dan dijadikan satu. Dan semua hal itu menjadikannya orang terbodoh sepanjang masa, bahkan mungkin tak pernah dapat ia lupakan.

           Sore hari itu.

           Teman-teman baru Andini mengatakan bahwa nanti sore, satu jam lagi akan ada kegiatan ospek paling menyeramkan dan menciutkan mental bagi siapapun yang tidak kuat menjalaninya. Dan Andini pun sebenarnya juga telah mendapat pesan dari kakaknya bahwa akan terjadi satu hari paling menyeramkan sepanjang masa, dan kakaknya memperingatkan gadis itu agar dapat kuat menjalani juga mengacuhkan kata-kata dari setiap kelompok mahasiswa senior yang mungkin nanti akan menyerangnya. Dan gadis itu sama sekali tak pernah menduga bahwa, hari itu adalah hari yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidup, karena tepat pada hari itulah yang benar-benar mengubah hidup Andini untuk selama-lamanya. Dan terpuruk sepi dalam rasa ketakutan yang mana seharusnya karakter dan jiwa penakutnya itu telah lama tersembunyi di dalam dirinya dan tak pernah sekalipun tampak. Entah kenapa, ia membenci suara-suara itu.

           Teriakan,

           Bentakan,

Lihat selengkapnya