Rindu dan cinta, datang menggoda.
Meraih sukma, walau badai menerpa.
La ilaha illallah 33 x
Pesan yang ditulis oleh guru pembimbing rohaninya tersebut diletakkan di atas sajadah. Seusai Andini menjalankan shalat isya’, ia meneruskan dengan membaca dzikir seperti yang telah diamanatkan. Bahwa agar dapat menolong ayah dan ibunya dari siksa api neraka, maka dirinya harus selalu mengingat nama Allah dan mengagung-agungkan namaNya. Gadis itu menyendiri di dalam kamar, sambil di tangannya memutar tasbih dan bibirnya berkomat-kamit. Air matanya pun menitik keluar dari pelupuk matanya. Wina juga mengajarkan tentang bagaimana cara agar dapat berhubungan dengan Allah, ia mengingat kata-kata itu;
“Tundukkanlah kepalamu dan pandanglah matamu di hadapan Allah, lalu pusatkan seluruh perhatianmu hanya kepada Allah. Kau juga tidak perlu berbicara tentang hal-hal yang tidak berguna, jangan banyak bergerak dan berusahalah agar kau tetap dapat berkonsentrasi padaNya saat kau tengah bermunajat pada Allah. Senantiasa berpikir dan merenungkan terhadap seluruh ciptaan Allah demi menambah tebalnya keimanan. Dan yang terakhir, bertawakal kepada Allah dalam setiap ikhtiyar menjalankan kebaikan. Andini, seluruh etika bermunajat ini harus kau jadikan sebagai pakaian hidupmu, karena hubungan dengan Allah itu selalu berlangsung.”
Mata gadis itu terpejam, rasanya ia tak lagi kuat untuk menghentikan tangisnya. Karena saat matanya terpejam, sekilas ia melihat bayangan ayah dan ibunya yang memanggil-manggil namanya dan menangis kesakitan. Tak sanggup rasanya ia menahan diri dan diam saja ketika melihat pemandangan yang menakutkan itu. Di mana keduanya tengah dicambuk dengan cambuk api yang melukai tubuh keduanya. Sedang tangan mereka terikat dengan rantai yang membuat mereka tidak bisa lari dari genggaman api neraka. Andini menjerit histeris, ia tak sadar sedang meronta-ronta di dalam kamar tengah memakai mukena dan berguling-guling di atas sajadah yang sudah miring ke mana-mana.
“Ayah, ibu..., Ya Allah hentikan, jangan kau siksa dia....aku mohon...! Ayah, ibu..., bagaimana aku harus menolong kalian di sana? Hhuhhuhu....” tangisnya tanpa henti, dalam rumah itu ia sendiri, dalam kamar yang kecil nan sunyi dan hanya terdengar suara tangisnya yang menjadi-jadi. Tak ada seorang pun yang mendengar tangisannya, semua penghuni rumah beberapa jam lalu tengah mengunjungi salah satu saudara mereka yang sedang opname di rumah sakit. Dan Andini tidak ada waktu untuk ikut dengan ibunya, karena tugas-tugas kuliahnya yang menumpuk. Dalam tangisan yang mendayu-dayu, Andini kelelahan. Ia tertidur dengan masih memakai mukena dalam keadaan meringkuk dan menangis.
Hari ini terlalu lelah. Esok hari selasa, esoknya lagi berganti hari. Tapi kenapa hatinya masih saja resah? Seperti ada sebuah rahasia lagi yang belum terkuak dan menyamankan hatinya. Sepertinya kesalahan orangtuanya amatlah besar dan benar-benar tidak dapat diampuni melebihi dosa syirik sekalipun.
Hari ini Senin,
Esok selasa,
Esoknya lagi rabu,
Kamis,
Jum’at
Sabtu
Minggu...
Masalah yang belum terselesaikan itu melupakan pada seseorang, dia. Elmo. Yang sudah lama tidak ia hubungi karena tragedi yang menimpanya, bahwa ia terlalu takut untuk terjatuh dalam jurang percintaan yang membuatnya terlupa akan tugas utamanya untuk mencari jawaban selain pengampunan dari Tuhan. Apa itu, ia tak tahu dengan pasti, semua masih terpaut dengan tanda tanya yang tidak jelas ujungnya.
Dalam tidur ia bermimpi, bertemu dengan seseorang yang membawanya masuk ke lorong bercahaya putih yang menyilaukan pandangannya. Sinar itu begitu terang, seperti bukan sinar biasa yang pernah ia lihat sebelumnya. Gadis itu seakan-akan tengah digiring menuju suatu tempat yang tidak ia ketahui. Dan, ketika ia telah sampai di ujung terowongan, Andini terkejut sampai ia mengucapkan kalimat subhanallah berkali-kali. Saat kakinya yang tanpa alas kaki menginjak pasir. Gadis itu berdiri di padang pasir.
Padang pasir. Di hadapannya ia disambut oleh sepasang suami istri yang wajahnya terlihat bersinar-sinar. Mereka berjalan menghampiri Andini dengan menebarkan senyum yang cantik dan penuh cinta. Salah satu dari mereka memeluk Andini dan menyapa, ‘Gandenglah tanganku, puteriku sayang. Mari kita bertemu Tuhan.’
Mari kita bertemu Tuhan,
Mari kita bertemu Tuhan....bertemu Tuhan, selamatkanlah kami dari murka Tuhan, anakku. Selamatkan kami...
Tiba-tiba padang pasir itu berubah menjadi terowongan yang gelap dan senyap. Gelap.
*
Andini dikejutkan oleh sesuatu saat ia terakhir masuk ke dalam base camp UKKI dan mendapati tulisan yang tertulis dengan spidol hitam di atas papan putih yang digantung tepat di bawah pigura foto presiden dan wakil presiden. Gadis itu amat sangat tercengang, jantungnya berdegup kencang karena ia merasa takjub dan tak mempercayai tentang apa yang kini dilihatnya.
Daftar pengurus baru.
“Benar itu nama ketuanya? Elmo? Ketua UKKI yang sekarang?” tanya Andini menatap Siti Maisaroh yang duduk di sebelahnya.
“Iya, Elmo angkatan 2002. Kenapa? Kamu udah kenal dia?”
Andini menggeleng, “Enggak,”
Siti Maisaroh mendekati Andini lalu berbisik, “Eh, dia cowok yang cakep bangets lo! Sueerrr...! Aku nggak bohong. Fansnya dia juga banyak, sayangnya aku udah tua. Dua tahun di atasnya, jadi ya cuma kuanggap sebagai adik.”
“Yang benar? Ada fotonya?”
“Ada, kemarin waktu kau jarang masuk, itu acara pelantikannya. Sebentar, aku carikan dulu album fotonya.” Siti Maisaroh beranjak dari tempat ia duduk, lalu menuju sebuah rak dan mencari-cari album foto yang dimaksud. “Ah, ini dia. Fotonya.”
Detak jantung Andini berdegup semakin kencang, ia merasa sebentar lagi akan tahu wajah dari sosok lelaki misterius itu. Apakah benar setampan yang dikatakan oleh Siti Maisaroh, jika itu benar tidak sia-sia Andini mengenalnya. Siti Maisaroh kembali duduk di sebelah Andini, kemudian ia membuka halaman per halaman album foto tersebut.
“Ini Elmo, ini dia. Kau anggota baru harusnya sudah tahu tentang para pengurusnya selain Kak Rani dan Wina, kau pulang mereka datang. Kau datang, mereka baru saja pulang. Jadi tidak pernah ketemu!” serunya.
Andini hanya terdiam, ketika ia melihat foto sosok lelaki misterius. Tidak mungkin, dia! Tidak mungkin! Elaknya. Itukah sosok Elmo yang sebenarnya? Ah.., di luar dugaannya selama ini, bahwa ia memang tampan, kulitnya putih, hidungnya mancung, dan senyumnya sangat manis. Ah, seperti mendapatkan durian runtuh. Dan membuat hati Andini semakin tertambat padanya. Atas perasaan asing yang ia rasakan, bagaimana dirinya harus mengungkap sejati secara nyata?
Bahwa ia dikenal dengan nama Pelangi. Benar, lelaki itu mengenalnya dengan nama Pelangi, bukan sebagai Andini. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara-suara orang yang sedang melangkah menuju base camp, langkah kakinya begitu jelas. Ada beberapa yang berjalan dengan menyeret sepatunya dan seseorang ada yang berlari cepat menaiki tangga. Dan sampailah mereka di depan pintu lalu serempak menyapa.
“Assalamualaikum!!!”