Andini duduk bersama dengan teman-temannya di hall B, setelah mengikuti mata kuliah manajemen operasional di jam pertama. Tepat pukul sembilan, semua mahasiswa-mahasiswi berkumpul menjadi satu di ruang hall B. Mereka saling bercakap-cakap, ada diantara yang sibuk membahas tentang jadwal ujian, dan sebagian ada yang berdiri menyudut membahas masalah skripsi, dan yang terlihat paling ujung adalah sekumpulan mahasiswi yang bergantian masuk keluar ke dalam kamar mandi untuk membahas masalah percintaan mereka masing-masing.
Teman sebangkunya, Amelia. Yang dikenalnya di dalam mata kuliah bahasa inggris pun kini menjadi teman dekatnya. Walau hanya sebatas di kampus saja, dan tidak menjadi sahabat di luar kampus.
“Kau masuk ekstra kurikuler yang mana?”
“UKKI,” sahut Andini yang masih terlihat sibuk dengan kertas file-filenya.
“UKKI? Kenapa kamu masuk anggota itu, sih?”
“Memangnya kenapa? Disana baik-baik orangnya.”
Amelia tersenyum tipis, “Ada kabar baru tersebar dari teman-teman, tentang anak-anak UKKI.”
“Kabar apa?”
“Waktu kau tidak masuk, aku mendengar berita ini dari Siti Maisaroh. Kau pasti kenal dia, kan?”
“Ya,”
“Beberapa hari yang lalu, semua dosen dan ketua BEM merapatkan hal ini. Tentang gosip UKKI.”
Andini tak sabar mendengar semuanya, “Cepat kalau mau jelasin!”
“Gini, ada salah seorang anggota perempuan yang tiba-tiba menghilang dari kampus. Dan itu, ternyata si Wina anggota UKKI. Dia diam-diam berhubungan dengan jamaah Islamiyah, yang suka meneror-neror bom itu. Sekarang, dia sudah menghilang. Entah dia diculik, atau dia mendaftarkan diri untuk ikut menjadi relawan penjihad. Karena tersebar kabar pula, bahwa Wina itu suka mempengaruhi anggota-anggota barunya jika tengah berkumpul di masjid atau mushola.”
“Yang kau katakan ini, nggak benar, kan?”
“Kau tanya saja ke UKKI, apa Wina masih ada di kampus? Dia menghilang seperti angin!” Amelia merapikan buku-bukunya, lalu ia meninggalkan Andini yang masih diam kebingungan. “Aku ke perpustakaan.”
Gadis itu duduk sambil termenung, bukankah beberapa waktu lalu ia berbincang-bincang dengan Wina. Dan sempat mencurahkan segala macam isi hatinya yang telah lama terpendam? Kini, seorang guru pembimbingnya pun telah menghilang tanpa kabar. Menjadi penjihad? Atas dasar apa?
Andini beranjak dari kursi dan berlari secepat kilat menuju lantai atas hall C. Base camp UKKI. Yang telah sekian lama ia tinggalkan selama ini. Begitu ia kembali, semuanya telah berubah.
Hosh....hosh....hosh....
Gadis itu berhenti tepat di pinggir pintu ruang UKKI. Terdengar dari dalam suara-suara laki-laki dan perempuan yang saling beradu mulut satu sama lain, dan tak salah..., satu diantaranya adalah El. Suara itu, amat ia kenal sebagai sosok El. Terbesit di dalam hati Andini untuk mengurungkan niat itu. Karena ia tidak sanggup bertemu lagi dengan El, setelah senja itu.
Andini menguping di luar.
“Aku sudah menduga Wina berkumpul dengan anggota itu, sempat aku memergokinya tengah sibuk chating di facebook. Ia seperti menanyakan tentang sesuatu. Yah, aku tidak jelas. Tapi surat yang dia tinggalkan untuk Andini. Aku, sempat curiga. Kenapa dia meninggalkan surat untuk Andini?”
Andini yang berdiri di luar sontak kaget mendengarnya, ia pun langsung melepaskan sepatunya dan masuk ke dalam ruangan. Mengejutkan mereka, yang tengah membahas tentang dirinya.
“Ada apa dengan Kak Wina? Ada apa sebenarnya?”
Semua orang yang berada di dalam terfokus menatapnya diam, seolah menuduh Andini dengan satu perkara yang tidak ia ketahui sendiri.
El, yang menjabat sebagai ketua UKKI menatap mata Andini lekat-lekat, sedikit memerah. Mungkin ia kembali mengingat senja itu, di bawah pohon beringin tua. Hanya gadis yang saat ini berada di hadapannya-lah yang mengetahui rahasia-rahasia kelam dirinya.
“Andini,”
“Jelaskan, semuanya. Ada apa dengan Kak Wina?”
“Duduk Andini.”
“Tidak, sekarang saja!”
“Wina menghilang dari kampus, kami menduga dia terlibat dengan komplotan jamaah Islamiyah, dan mungkin saja dia menjadi relawan penjihad. Kami tidak tahu pasti, karena semuanya ada di dalam surat yang ditujukan untukmu. Andini, dia meninggalkan surat ini di atas meja komputer.” El menyodorkan surat itu padanya. Gemetar tangan Andini menerimanya. Karena saat ini ia tengah disaksikan oleh semua anggota UKKI yang menantinya lekas-lekas membuka surat itu. Tapi Andini, malah memasukkkan surat yang terbungkus amplop dengan lem rapat itu ke dalam tasnya. Dan langsung ngeloyor pergi tanpa pamit pada semuanya.
Semua kejadian yang terjadi seakan begitu cepat berganti dan berubah. Beberapa saat lalu, ia masih menangis di depan seorang guru pembimbingnya yang mengajarkan tentang kalimat tasbih La ilaha illallah. Beberapa hari setelah itu, semua tiba-tiba menghilang, lenyap. Ada satu tempat yang ingin gadis itu kunjungi saat ini, tak lain adalah.
Pohon beringin tua.
*
Huruf-huruf yang tertulis begitu indah dan penuh dengan seni, melukiskan namanya di atas kertas putih dengan tinta hitam;
Andini,
Assalamualaikum wr.wb.
Kau sudah lama tidak masuk kampus, aku mencarimu. Dan bertanya kesana-kemari, menanyakan namamu. Tapi tak ada yang tahu, kau pergi ke mana. Kau sendirian di kampus ini, Sayang? Maafkan aku, jika mendadak memberitahumu tentang sesuatu yang penting. Aku hanya ingin sedikit berbagi cerita rahasia denganmu. Kuharap, hanya kau saja yang tahu. Tak ada seorangpun yang berani membuka surat ini, selain yang bersangkutan.
Maafkan aku, jika akhirnya kau harus kembali sendirian di kampus ini, tanpa pembimbing. Tapi, perlu kau ingat, Andini...
Pembimbingmu adalah Tuhan, Allah yang kau harus percayai itu. Jangan pernah meragukan akan kebesaran cintaNya. Biarlah kepergianku kini menjadi teka-teki semua penghuni kampus. Tapi, hanya kau yang tahu di mana keberadaanku kini.
Andini,
Percayakah kau jika ku bercerita, bahwa aku terlahir di dunia sebagai anak haram pula? Yah, itu adalah semacam predikat mereka pada seorang anak gadis yang terlahir tanpa ayah. Tidak jelas, aku ini lahir dari bibit sperma siapa yang terbenam di rahim ibuku. Ibuku, adalah seorang pelacur, Andini. Please, aku mohon kau tidak terkejut!