BUMI SEMESTA

Bernika Irnadianis Ifada
Chapter #3

Bab 2

Sudahkah kalian bersyukur untuk hal-hal yang belum pernah berkesampaian?

Sore ini aku sedikit agak lega karena hp yang tadinya akan disita selama ujian selesai, kini akan dikembalikan setelah jam pulang sekolah. Aku dan Adi berjalan melewati lorong kelas 7 untuk mengambil hp kita yang ada di kantor Bu Tuti. Kita bersenandung kecil dan sesekali memainkan kakiku untuk menjegal kaki Adi yang selalu berjalan terlebih dahulu. Hal itu membuat si Adi sewot dan menendang pantatku hingga tubuhku terhuyung ke dalam selokan kering.

"Mampus lo!" katanya lalu berlari meninggalkanku.

"Dasar Adi monyet!" seruku kemudian mengejar langkah Adi yang sudah menjauh.

Kantor sekolahku terletak di ruangan paling depan yang diapit oleh kelas 7H dan kelas 8H. Ada beberapa murid yang masih di areal sekolah hanya untuk berleha-leha, menikmati sepinya sekolah, membeli jajan di kantin bawah tanah, melaksanakan jadwal piket, dan bertemu dengan cinta monyetnya. Pemandangan seperti ini selalu kutonton ketika aku terlambat untuk pulang ke rumah. Begitu pula dengan Adi, laki-laki itu akan membolos jadwal piketnya dengan alasan "gua ke kantin dulu ya teman. Lapar ini,” selalu seperti itu.

Seperti yang dilakukan oleh Bima, adik kelasku yang super badboy dan famous dikalangan sekolah. “Arin yang cantik, gua bakal ke sini lagi kok. Tapi, kali ini izinkan gua ke kantin dulu ya? Lapar banget Rin, sumpah dah,” kalimatnya yang memohon membuatku berhenti dan menepuk pundak milik Bima.

“Eh bang Lana, apa kabar bang?” sapanya dengan nada yang dibuat-buat.

“Mau kabur ke mana lo?”

“Enggak kabur bang sumpah.”

“Alasan lo klasik banget kocak. Kagak usah ngada-ngada lo, piket ya piket, jangan bolos mulu.”

“Iya bang iya.”

“Cabut dulu ya Bim. Kalau ketahuan mau kabur lagi gua aduin ke wali kelas lo.”

“Kaya lo enggak pernah saja bang!”

Suaranya menghilang ketika langkah kakiku menuju ke arah belokan yang ada di koridor kelas 7G. Kita memang sudah saling mengenal sejak aku semester satu karena pada saat itu kita mengikuti ekstrakurikuler yang sama. Selain itu, aku juga cukup dekat dengan beberapa murid yang lainnya kecuali murid-murid yang lumayan pendiam, seperti Amanda Rinjani dan Nun.

Perihal Amanda yang sedikit pendiam. Ia murid perempuan yang menurutku tidak terlalu cupu. Ia mempunyai hidung kecil dan mata agak sipit. Pipinya yang lumayan berisi membuatku ingin mencubitnya hingga memerah. Namun, kita belum pernah bertukar obrolan, jadi hal itu belum bisa kulakukan kepadanya.

Aku menemukan sosok Amanda yang baru saja keluar dari kantor bersama Nun? Dengan langkah gesit, aku mencoba untuk menghentikan langkah mereka. Namun, aku sedikit tidak terima ketika Amanda berdekatan dengan Nun. Entah karena perihal apa. Apa mungkin aku sudah merasakan jatuh cinta yang lebih kepada Amanda? Secepat itu kah?

Lihat selengkapnya