Praduga lara selalu membenahi pra-sa yang enggan untuk dibenahi.
Bagaimana dunia mempertemukan orang-orang untuk saling mengenal?
Bagaimana jika suatu ketika dunia akan memperebutkan posisi bahagiamu lalu diubah untuk menjadi pilu?
Kalian siap?
Satu hari lagi aku akan selesai dengan ujianku yang artinya aku akan kehilangan sosok Amanda dengan segala keantusiasannya. Kali ini aku tidak ingin kehilangan momentum yang seharusnya perlu diberi apresiasi. Aku ingin berkenalan dengannya walaupun itu akan memberi waktu yang sangat singkat.
Jam istirahat di hari Sabtu hanya diberi waktu sekitar lima belas menit saja. Aku dengan gesitnya langsung menuju teras yang ada di depan kelas 8E. Aku duduk di sebelah Amanda yang sedang berdamai dengan roti kukus ditangannya. Ia sedikit menjauhkan badannya ketika aku sedang menatap wajah cantik milik Amanda dari arah samping.
“Enggak perlu ngejauh begitu, Amanda.”
“Ada apa?”
“Kamu adiknya Rosita ya?” Aku tidak akan menyangka karena sudah mengatakan hal lelucon seperti itu kepada Amanda. Adi dan Fadhil yang baru saja keluar kelas langsung tertawa ketika mendengar ucapanku.
“Hahaha... adiknya Rosita.” suara keras milik Adi membuat teman-teman Amanda langsung menengok ke arahnya. Begitu pula dengan teman-temanku, mereka langsung mengerubungi kita yang sedang duduk di depan kelas 8E.
“Ih... kalian apaan sih. Aku saja enggak kenal Rosita,” jawabnya.
“Itu orangnya,” aku menunjuk salah satu perempuan berbadan gendut dan pendek dengan kerudung cokelat yang sedikit berantakan. Ia salah satu bahan lelucon kita semasa di kelas 9E. Namun, kita masih punya batas wajar untuk hal tersebut.
“Jangan begitu Lana, lama-lama jatuh cinta sama Amanda lho,” tegur Anggia disertai suara tawanya yang begitu kecil.
“Gua cintanya sama lo,” jawabku dan itu membuat Anggia mengekspresikan raut muka yang terlihat seperti ingin mutah.
“Siska, mantan lo nyebelin banget sumpah,” teriakan Anggia mampu membuat Siska yang ada di sebrang langsung menatap ke arahku dengan tatapan datarnya.
“Kalian kenapa di sini semua sih? Ganggu orang yang lagi belajar saja,” kalimat yang dilontarkan oleh Amanda membuat naluriku segera mengusir keberadaan Adi, Fadil, Onet, Surya, dan Yanuar.
“Ya elah cari mangsa baru rupanya,” ucap Fadil lalu membawa teman-temanku untuk istirahat di areal kantin.
Entah kenapa aku merasakan bahwa ketika di sebelah Amanda aku bisa berdamai dengan diriku sendiri. Merasakan sedikit rasa nyaman yang muncul secara tiba-tiba. Sesuai aturanku, perkenalan singkat kali ini tidak akan kuberi jeda sampai informasi-informasi penting dari mulut Amanda terdengar jelas di ruang telingaku.