BUMI SEMESTA

Bernika Irnadianis Ifada
Chapter #6

Bab 5

Perkara malam yang diselimuti oleh rinai hujan sedikit membuatku kedinginan dan kembali mengingat wajah Amanda. Senyumnya yang manis sedang menari-nari di isi kepalaku, begitu pula dengan suara tawanya yang telah mengerumuni di ruang pendengaranku. Perasaan jatuh cintaku kali ini telah timbul kembali. Rona merah yang ada di areal pipiku kembali membentuk seperti warna permen karet. Membayangkan bagaimana kalau kita hidup bersama-sama? Mungkin akan seru sekali bukan?

Dengan langkahku yang kecil, aku menuju ke kamar Yana dan Hanum yang ada di sebelah kamarku. Sesekali memperhatikan ruangan sekitar untuk memastikan bahwa keadaan di tempat ini harus benar-benar sunyi. Kamar tidur minimalis dengan ukuran 3x4 yang berwarna hijau telur telah mendominasi ruangan ini untuk tetap hidup. Kasur 2 tingkat yang berbahan dari kayu jati terletak di sebelah jendela yang sudah tertutup rapat. Furnitur yang diletakkan secara tersusun membuat kamar milik adikku semakin rapi dan tidak berantakan. Mataku memperhatikan beberapa foto keluarga yang tertempel didinding kamar ini. Senyum indah yang kami tunjukkan di dalam foto tersebut memberi momen bahwa kami sangat bahagia ketika sedang menyambut hari raya idul fitri.

Januari kemarin terdapat foto kami yang tengah memakai baju sekolahnya karena pada hari itu termasuk hari pertama kami untuk berangkat sekolah setelah libur panjang. Senyuman manis dari adik terakhirku yang bernama Gea termasuk momen yang kami tunggu-tunggu karena pada saat itu Gea akan masuk ke TK untuk pertama kalinya. Ada juga fotoku saat kecil yang sedang merangkul Yana, foto itu diambil ketika kami sedang bermain di rumah nenek. Di foto terakhir terdapat teman-teman Yana yang sekarang sedang menempuh pendidikan dikelas 6 SD. Ternyata beberapa foto keluargaku masih tersimpan rapi di kamar ini.

Sedikit tertegun ketika melihat boneka biru yang diletakkan di atas lemari. Boneka yang kuberikan kepada Yana di hari ulang tahunnya. Boneka itu masih dibungkus menggunakan plastik transparan agar tidak terkena debu. Kembali mengingat di mana pada saat itu Yana ingin diberi kado untuk hadiah di hari ulang tahunnya dan meminta dibelikan boneka biru kepada Ayah. Dengan kondisi keluarga kami tidak mempunyai uang. Aku berinisiatif untuk bekerja setelah pulang sekolah yang pada saat itu aku mencuci pakaian milik guruku dan diberi upah sepuluh ribu. Setiap hari kulakukan agar mendapatkan tabungan. Setelah tabungan sudah terkumpul aku membelikan boneka birunya di toko Jelita. Aku memberikannya kepada Yana secara diam-diam. Ia menampilkan raut wajah yang sangat bahagia. Aku berusaha mendapatkannya agar bisa melihat bahagia dari sang adik dan itu berhasil.

“Hayo, kakak sedang apa di kamarku?” suara kecil dari Hanum tertinggal di ambang pintu.

Dengan tampang kagetnya aku berusaha menoleh ke arah belakang. Wajah mengintimidasi dari Hanum membuatku termenung sedikit kemudian terkekeh, “kakak mau minta surat yang Kak Yana buat kemarin, kira-kira masih ada atau enggak ya?”

“Buat apa? Buat pacar Kak Lana ya?”

“Bukan begitu dek, buat tugas kakak yang belum selesai kemarin.”

“Sebentar ya kak, aku tanya ke Kak Yana dulu,” setelah itu Hanum langsung pergi ke ruang tamu.

Perihal surat yang dibuat oleh Yana, kemarin aku sempat membaca kalimat cinta yang ia buat di surat itu. Entah itu untuk siapa yang penting aku akan meniru kalimat Yana dan akan memberikannya kepada Amanda di esok hari. Tidak kreatif sekali, bukan?

“Kenapa kak?” Yana masuk ke dalam kamarnya disertai Hanum yang ada di belakangnya.

“Kak Lana mau kasih surat cinta buat pacarnya tahu,” bisikan yang keras itu membuatku melotot ke arah Hanum.

“Oh, kakak mau copas surat cintaku ya?” ledeknya.

“Cie-cie...” ledek mereka bersamaan.

“Hust, kalian diam dulu. Ini buat tugas kakak tahu,” kataku sedikit agak kesal.

“Tugas apa tugas,” katanya sembari mencari surat cintanya yang ada di dalam tas.

Lihat selengkapnya