“Oper ke sini Lana!” Teriak Yanuar yang sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
Sembari memainkan bola yang tengah kukuasai, Dewa terus saja menghalangi langkahku yang akan memberi bolanya ke arah Yanuar. Aku tidak akan memberi kesempatan menang untuk tim lawanku. Kelompok supporter dari kelasku tengah berkumpul disisi samping lapangan sepak bola, hal itu membuat permainanku semakin membara. Suaranya yang keras memanggil beberapa nama dari timku untuk memenangkan pertandingan ini. Keringatku yang sudah mulai bercucuran tidak mampu menghentikan kakiku untuk terus berlari ke arah gawang.
Ketika ingin mencetakkan gol di gawang lawan, bola yang semula berada di jangkauanku sudah di kuasai oleh Dewa. Ia mencegat langkahku dari arah samping sehingga membuat kakiku tersandung dan terjatuh di tengah lapangan. Kelompok supporter yang berada di sisi samping lapangan berteriak tidak terima karena sudah membuatku terluka dengan sengaja dan tim lawan pantas mendapatkan kartu kuning.
“Priiit...” wasit langsung menghampiri kami.
“Woi, kalau main yang benar dong!” Yanuar mendorong bahu Dewa yang ada di depannya.
“Teman lo saja yang enggak bisa main bola goblok!”
Pertengkaran hampir terjadi, namun Pak Sutomo – guru olahraga langsung melerainya. Ia menenangkan Yanuar yang sudah terpancing emosi. Mengingatkan kembali bahwa perlombaan ini hanya untuk bersenang-senang, tidak untuk keseriusan sebagaimana mestinya.
Permainannya sempat terhenti dan beberapa temanku yang ada di dalam lapangan langsung membantu badanku untuk berdiri kembali. Namun, kakiku sedikit agak terkilir dan itu tidak mampu membantuku untuk bisa berdiri. Tim PMR yang baru datang langsung mengangkat badanku untuk dinaikkan ke atas tandu. Dari kejauhan aku melihat Amanda dengan mimik wajah yang terlihat sedikit agak gugup ketika melihatku yang sedang kesakitan di atas tandu. Ia sedikit tergesa-gesa dan langsung membuka pintu UKS-nya.
Sembari memperhatikan kaki kananku, dokter mengatakan, "ini enggak terlalu parah banget kok, hanya butuh empat hari buat masa pemulihannya. Awalnya memang terasa sakit karena terdapat kesalahan pada posisi jatuh kamu ketika sedang bermain bola. Ini jangan diurut dulu ya Lana. Perlu dikompres pakai es batu terlebih dahulu, baru bisa di urut ke tukang urut. Nanti biar Amanda yang bantu kamu ya?"
"Terima kasih banyak dokter."
Bilik ruangan UKS yang tertutup menggunakan tirai menjadi pintu penutup untuk kamar yang lain. Suara jam dinding dan AC di ruangan ini mampu membuatku terdiam cukup lama. Memperhatikan objek jarum jam yang bergerak sesuai aturan. Tak henti-hentinya aku merasakan degupan kencang ketika ada suara pintu yang terbuka. Menampakkan sosok Amanda dengan baskom berwarna biru yang dipegang oleh perempuan itu.
Aku tersenyum ke arahnya, "hai?"
"Yang sakit kaki sebelah mana kak?"
"Kaki sebelah kanan periku."
Aku menatap wajahnya yang sedikit agak kaget. Namun, dengan gaya profesional yang ia miliki sebisa mungkin untuk tidak terbawa perasaan. Dengan hati-hati ia meletakkan es batu yang dibalut menggunakan handuk kecil ke daerah kaki kananku. "Amanda?"