Djakarta, Januari 2019.
Langkahku tidak sebanding dengan masa-masa sulit yang belum pernah aku coba. Berdiri di Kota yang sama, yang kemungkinan besar aku masih bisa menemukan sosok yang mirip dengan Amanda. Langit-langit di pagi hari membentuk beberapa gumpalan awan yang begitu banyak. Menyisakan sejumlah kumpulan langit berwarna biru yang telah tertutupi oleh awan-awan berwarna putih.
Tahun yang baru, bulan yang baru, dan semestinya akan ada perjalanan baru untuk dijadikan sebuah pelajaran untukku. Pagi ini aku sedang dilanda kegundahan yang menggebu-gebu. Perasaan yang selalu muncul ketika ada yang baru terlaksana. Hakikatnya peristiwa-peristiwa di hari ini ialah aku akan menjadi murid baru di SMA Jakarta.
Tentunya akan ada hal-hal yang bergemuruh ketika di hari pertamaku sekolah. Seperti, pertemuan-pertemuan dengan manusia baru tentunya tidak menjadikanku untuk tidak melupakan wajahnya. Walaupun Amanda masih dibangku SMP mataku selalu mencari keberadaan manusia berkacamata yang memiliki rambut panjangnya. Beberapa hal klasik yang dilihat oleh mataku sama sekali tidak pernah berbeda. Pertemuan baru selalu dijadikan ajang untuk saling menyapa dan saling memperkenalkan dirinya agar bisa berteman.
Aku berusaha menepikan orang-orang yang berada di depanku. Tanganku menelusuri setiap kertas yang tertempel di papan sekolah. Nama Delana menempati urutan kedelapan dengan ruang kelas 10 IPS 5. Aku langsung mencari ruang kelasku yang saat ini berada di antara bangunan masjid dan berdekatan dengan lapangan sekolah.
Ruang kelas untukku belajar mempunyai dinding yang dicat menggunakan warna biru. Beberapa dindingnya terdapat stiker kelas yang bertuliskan 10 IPS 5. Selain itu, areal kosong di bagian belakang diberi pot bunga yang sudah tertata rapi serta ada dua rak buku yang tidak terlalu besar. Beberapa kursi di bagian depan masih banyak yang kosong. Namun, ketika tubuhku hendak duduk di bangku paling depan, tasku diraih oleh Yanuar? Lelaki itu meletakkan tasku di kursi paling belakang bersama Surya?
Sebuah kebetulan yang tidak pernah aku duga selama ini, "lo duduk di depan mau jadi murid teladan ya Lan?"
"Yang kosong cuma di depan doang Surya, ini kenapa gua satu kelas sama kalian lagi? Bosan gua."
Yanuar menyikut perutku, "eh emang yang atur kita? Gua saja bosan lihat tampang lo."
Aku duduk di deretan ke satu dari kursi paling belakang, tentunya berada di sebelah Surya dan Yanuar. Kursi yang diatur secara satu-satu dengan meja yang sudah menyatu dengan kursinya. Satu kelas diisi oleh 16 murid laki-laki dan 22 murid perempuan. Hal ini membuatku selalu bertanya-tanya perihal kenapa murid perempuan selalu lebih banyak dibandingkan dengan murid laki-laki?
"Lo kenapa sudah enggak sama Amanda lagi Lan?" tiba-tiba Surya membuka percakapan yang sedari tadi tidak ingin aku ingat sama sekali.
"Ah, Lana putus sama Amanda? Kapan? Jadian saja belum kok," ucap Yanuar dengan mata melotot karena tidak tahu perihal ini.
Surya langsung menendang kaki Yanuar, "sialan Lo!"