Aku menghampiri Bang Ambar yang tengah sibuk di dalam kamarnya. Kamar tidur yang dihiasi oleh beberapa lukisan abstrak serta terdapat satu foto berukuran besar yang tertempel di belakang pintu kamar milik Bang Ambar. Foto yang sangat indah dengan spot yang tidak bisa dibayar menggunakan apa pun. Di mana Gunung Merbabu dan lautan awan yang telah menjadi latar belakang untuk foto milik Bang Ambar. Lautan yang sangat menakjubkan sebab awan-awan yang berwarna putih itu mirip sekali dengan kapas. "Gila, cakep banget bang."
Dengan sibuknya Bang Ambar tetap merespon perkataanku, "bulan depan ikut enggak? Ada jatah tiga hari karena tanggal merah 'kan? Rugi kalau di rumah doang Lan."
"Ke mana dulu?"
"Ke Prau."
Kali ini aku memerlukan waktu untuk penyembuhan perihalku. Di mana hal-hal yang seharusnya tidak pernah aku lakukan, kini sudah perlu untuk mencobanya. Pikiranku yang selalu tertuju ke arah Amanda, mungkin selepas pergi ke areal gunung aku tidak akan memikirkannya kembali. Dengan tekad yang harus aku beli, mencoba memundurkan langkahku yang sepertinya akan sedikit tertinggal.
"Kalau lo minat, nanti gua bilangin ke Arul deh," sembari membenarkan posisi duduknya, "kalau belum ada alat-alatnya, lo bisa pakai punya gua dulu Lan."
Tawaran yang sangat menarik, "gua ikut deh bang."
"Jangan lupa olahraga biar enggak kaget."
Lagu Fiersa Besari memenuhi ruangan kecil ini. Beberapa buku yang tidak diletakkan di dalam rak dibiarkan menumpuk di atas meja belajar. Aku mengambil bukunya pada tumpukan yang ada di atas. Karya Sapardi Djoko Damono mengalihkan beberapa ilusi yang ada di dalam pikiranku. Buku yang berjudul "duka-Mu abadi" berhasil membuatku untuk membuka halaman pertamanya. Ada beberapa kalimat yang membuatku terlena akan karyanya.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan,
kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan,
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Kalimat-kalimat indah telah dituliskan untuk abadi di dalam buku. Salah satu karya tulis yang telah aku baca hingga tuntas. Bahkan, beliau berani meninggalkan karya-karyanya untuk tetap abadi di beberapa perpustakaan kota.
Kemudian ditumpukkan kedua terdapat buku milik Fiersa Besari yang berjudul "Arah Langkah", merupakan salah satu buku yang keluar pada tahun 2018. Buku yang seharusnya perlu aku baca karena pada buku ini menceritakan sebuah catatan perjalanannya ketika ia berpetualang mengunjungi daerah-daerah di Indonesia.
Kepada Semesta yang tidak memungkinkan aku untuk belajar mencintai seseorang, berikan aku salah satu pilihan untuk kembali hidup dengan perjalananku. Konon, kabarnya akan mati jika manusia yang tidak ingin berhenti untuk memikirkan manusia ciptaan Tuhan. Pada akhirnya aku akan mendaftarkan diri untuk mengikuti dibarisan Bang Ambar serta kawan-kawannya.