BUMI SEMESTA

Bernika Irnadianis Ifada
Chapter #17

Bab 15

Bahwa semua yang berlalu akan tetap menjadi kenangan indah untuk dikenang dalam sebuah cerita.

Aku putuskan untuk mengambil organisasi dibidang seni lukis. Hari ini aku menyiapkan diri untuk membeli beberapa peralatan lukis di Pasar Santa. Pasar Santa atau Santa Modern Market merupakan salah satu pasar di Jakarta yang dikenal memiliki ciri khas sebagai pasar tradisional sekaligus pasar modern. Pasar ini terdiri dari satu bangunan dengan tiga lantai yang berlokasi di kawasan Blok Q, Jakarta Selatan.

Aku menuju lantai yang paling atas, di mana aku menemukan beberapa kios yang menjual benda-benda unik, berawal dari kios yang menjual record shop, tas dengan desain uang vintage, tepung beras, kemudian ada satu kios yang menjual crochet patterns ataupun crochet yang dibentuk menjadi vest. Di tempat lain aku juga menemukan beberapa kemeja yang langsung membuatku tertarik untuk membelinya.

Langkahku terhenti di depan kios yang menjual alat-alat seni, bahkan ada dua rak yang menjual buku-buku dari karya Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar, Ahmad Tohari, Ananta Toer, Abdul Malik Karim Amrullah, dan masih banyak lagi dari karya-karya yang diterbitkan oleh sastrawan Indonesia. Aku mengambil dua buah pensil 8b, penghapus, krayon, kuas, kanvas, palet, cat air, pewarna minyak, dan tiga pensil warna untuk adik-adikku.

"Terima kasih bang," kataku lalu memasukkan uang kembaliannya ke dalam dompet.

Setelah itu, aku melipir sebentar ke bagian pujaseranya. Sebuah tempat makan yang terdiri dari gerai-gerai makanan yang menawarkan beberapa aneka menu makanan. Aku membeli banyak jajanan untuk orang rumah. Kemudian aku menuju ke lantai paling bawah, di mana terdapat kios-kios yang menjual beberapa aneka kopi. Dunia pecinta kopi yang bagiku sangat menarik di pasar ini. Sembari memesan satu kopi hitam aku mengeluarkan rokoknya yang ada di dalam tas.

Berusaha menetralisirkan rasa hambar yang ada di areal mulutku. Tak lama kopi hitam pesananku telah tiba.

"Terima kasih mas," kataku.

Mataku menyaksikan beberapa keindahan sederhana yang ada di kawasan Pasar Santa. Balita yang sedang digendong oleh ibunya, pengunjung Pasar Santa bersedekah kepada kucing liar, senyuman tulus dari pedagang baju karena dagangannya sudah diborong oleh pembeli, pengamen cilik yang sedang menghitung uangnya, serta suara tawa dari kelompok orang dewasa membuatku tersadar bahwa memiliki pertemanan dilingkup yang baik termasuk bagian dari kesehatan mental.

Setelah menikmati secangkir kopi hitam di Pasar Santa, akhirnya aku putuskan untuk pulang ke rumah dengan membawa belanjaan yang tidak terlalu banyak. Di luar sedang gerimis kecil, suasana sore dengan kemacetan yang tidak bisa dibendung oleh benakku. Aku meletakkan beberapa barang belanjaanku didalam jok agar tidak basah terkena gerimis.

Banyaknya manusia di tempat ini samar-samar mataku melihat gadis kecil yang tengah menyebrang bersama satu temannya. Mereka membawa payung hitam yang cukup besar. Benar sekali, salah satu di antara mereka ada sosok Amanda yang akan menaiki kopaja. Kali ini aku tidak ingin mengejarnya, sebab ia sedang dilanda gerimis. Aku membiarkannya masuk ke dalam kopaja yang berwarna hijau tua bersama satu temannya.

Semesta sudah memberikanku kesempatan untuk melihatnya kembali walaupun belum bisa untuk memilikinya.

***

"Ngomong-ngomong ada yang mau first date tau," celetukan dari Fadil membuat semua mata menatap ke arahnya.

Lihat selengkapnya