Aku pamit undur diri. Semestaku sudah sangat kacau dan perlu diperbaiki terlebih dahulu.
Sembari meminum teh hangat buatan ibu, mataku menyaksikan beberapa anak kecil yang sedang bermain di halaman rumah bersama adik-adikku. Mereka bermain lompat tali yang sedang dijaga oleh dua temannya. Banyak sekali jenis-jenis anak kecil yang hidup di sekitarku. Mereka tidak pernah serupa dengan isi kepalanya. Mempunyai tingkah laku yang menggemaskan, begitu pun sebaliknya. Haru biru yang membawa keberuntungan di bulan ini ialah aku yang akan berpetualang untuk mencari perihal baru.
Pernah kah kalian merasa sempurna ketika bercerita kepada wanita yang sudah berani melahirkan kita ke semesta yang fana ini? Bahkan kita selalu diperlakukan seperti layaknya anak kecil ibu. Meski begitu, bagiku beliau manusia yang sangat istimewa. Untuknya yang belum hilang diisi kepalaku. Perlu kah aku ceritakan sosoknya kepada ibu? Atau perlu kah aku berpura-pura lupa jika selama ini Amanda penghuni diisi kepalaku? Apa mesti kubiarkan saja agar Amanda kembali tumbuh untuk menjadi sebuah memori? Apa yang sudah ia lakukan kepadaku sampai-sampai aku bisa menggila seperti ini?
"Tidur siangmu sudah cukup Kak?"
Tanganku memasukkan kue kering ke dalam mulutku, "sudah Bu, Lana sudah enggak sabar banget nih buat ngelihat lautan awan sambil ngopi, pasti syahdu sekali 'kan?"
Kami sedang menikmati suasana sore di depan rumah. Duduk di tikar yang sudah disediakan oleh Bapakku. Berbincang-bincang perihal pekerjaan bapak, lingkungan di sekolahku, tetangga yang tidak mempunyai sopan santun, serta membicarakan mengenai keberangkatanku untuk pergi ke Gunung Prau.
"Kalau di atas mah sudah enak Lan. Tapi, kalau lagi di tengah perjalanan, kamu akan paham bahwa seorang pendaki itu selalu mempertaruhkan nyawanya," ujar bapak.
"Hust bapak, ngomongnya yang baik-baik. Doakan saja biar Delana selalu dilindungi oleh Allah."
"Bapak selalu mendoakan anak-anak kita, ini 'kan hanya perumpamaan saja, Bu, biar Lana enggak kaget."
"Kue kering dua toples cukup buat bekal 'kan?" kata Ibu sambil memasukkan dua toples ke dalam tas carrier-ku yang masih terdapat ruang penyimpanan.
"Jangan lupa berdoa ya, Lan. Meminta pertolongan sama Allah agar di sana kamu dan teman-temanmu selalu dilindungi oleh Allah."
"Iya pak, Lana selalu berdoa di mana pun raga Lana berpijak."
Jika saja semesta mempunyai dua dimensi, mungkin saat ini juga aku akan berguru ke dimensi lain. Mencari tempat baru untuk aku daki. Menemukan hal baru yang selama ini tidak pernah aku temukan. Berpamitan dengan keluargaku untuk memulai menjelajahi isi dunia yang akan didampingi sebagai pendaki pemula.