Bumi yang Dihujani Rindu

Hadis Mevlana
Chapter #2

Tanah yang Terbang di Udara

Aku merasa seperti ada guncangan yang menyergap tubuh seiring dengan terdengarnya suara orang yang memanggil-manggil namaku samar. Mata terasa berat untuk dibuka seakan ada beban yang bergelayut di kelopaknya. Perlahan kesadaranku kembali. Tampak langit-langit berwarna putih tepat di hadapan wajah. Kupegang kepala yang terasa pusing sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata ada Fritz di sebelah.

“Aku di mana?” tanyaku seperti orang linglung, “Sah, Fritz?”

“Sah?” Fritz terlihat bingung dengan pertanyaanku.

“Bangun, Fyan. Bangun …,” ucap Felix yang sedang duduk di kursi belajarnya.

Ternyata masih di apartemenku.

Astagfirullah,” lirihku.

Aku melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul dua siang. Jeda beberapa saat akhirnya kesadaranku pulih juga. Kali ini seluruh nyawa sudah kembali berkumpul dengan raga.

“Ini pesananmu, Fyan,” ucap Fritz sambil memberikan lakban kepadaku.

Sekitar sepuluh menit yang lalu, tepatnya usai salat zuhur di masjid, aku baru teringat ingin membeli lakban untuk mengemas barang-barangku. Tadinya aku ingin membelinya di minimarket terdekat. Ternyata aku bertemu dengan Fritz saat di lobby. Dia masih punya lakban sisa dan menawarkannya untukku.

“Pakai saja lakbanku,”ucap Fritz, “masih baru kok, aku cuma pakai sedikit untuk packing kemarin.”

Kami naik lift bersama. Lalu berpisah sementara. Aku turun di lantai empat. Sementara Fritz kembali ke apartemennya untuk mengambil lakban di lantai lima. Sesaat masuk ke apartemen, tempat tidur di hadapan mata seolah memanggil-manggil untuk merebahkan tubuhku yang lelah.

***

“Payah, baru ditinggal sebentar saja udah tidur.”

“Iya nih, kepalaku pusing banget.”

“Baru kali ini aku melihat ada orang yang tidur sambil senyum-senyum sendiri,” ucap Felix melirik ke arahku.

Aku pura-pura tidak mendengarnya meskipun tahu maksud Felix itu tertuju padaku. Apa iya aku tersenyum saat tidur? Entahlah. Kalaupun iya, rasa wajar saja. Mimpi yang baru saja kualami begitu indah. Seperti nyata. Sayangnya, itu bunga tidur semata.

“Memangnya rencana kau balik kapan, Fyan?” tanya Fritz sambil membantuku menutup koper yang penuh sesak. Fritz duduk di atasnya agar aku dapat menutup resleting koper dengan sempurna.

“Insyaallah, minggu depan.”

Aku bersyukur akhirnya dapat menyelesaikan program masterku di University Of Saskatchewan dengan lancar. Tentunya ada rasa bangga. Sebab perjuanganku tak mudah. Aku sangat bahagia karena waktu yang kuimpikan akhirnya tiba. Kembali menghirup segarnya udara tanah kelahiran. Menemui dua wanita paling kusayangi sejagat raya, Emak dan ‘Aini, di Teluk Kuantan.

***

Rabu, 04 September 2013

Sudah sejak pukul sepuluh pagi aku merapikan barang-barang yang akan kubawa pulang. Aku masih melanjutkan lagi sekembalinya dari salat zuhur. Sebenarnya, merapikan barangku itu sebentar. Mungkin jika ditotal, kegiatan itu menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit saja. Namun, sampai tiga jam berlalu, aku masih belum selesai mengemas barang-barangku. Maklum saja karena aku menyambinya sambil melayani pertanyaan-pertanyaan dari mereka.

Ah, sudah terbiasa, aku harus meladeni segala pertanyaan dari teman-temanku. Seolah aku ini seperti mesin google. Seolah aku ini bisa tahu semua jawaban yang mereka tanyakan. Puncaknya adalah pertanyaan serius dari Felix tadi. Apalagi kalau bukan seputar agama. Meskipun hanya diskusi santai, tapi aku harus tetap serius menjawabnya.

“Cerita itu hanya dongeng, Fyan. Kenapa itu bisa ada dalam kitab sucimu?” heran Felix mempertanyaakan sebuah kisah dalam Al-Qur'an.

Al-Qur’an kecil berwarna hijau tua lengkap dengan terjemahan Yusuf Ali yang sedang ia baca menggelitik rasa kritisnya. Dengan santainya Felix mempertanyakan kevalidan ayat Al-Qur’an yang menceritakan tentang mukjizat salah satu utusan-Nya. Tanpa basa-basi, Felix tengah berusaha menelanjangi isi kitab suci yang ada di tangannya. Anugerah yang diberikan Allah kepada Nabi Isa ‘alaihi salam berupa kemampuan berbicara ketika masih dalam buaian ibunda dianggap sebagai cerita isapan jempol semata. Mukjizat Sang Nabi membuat burung dari tanah dianggap sebuah dongeng yang diragukan kebenarannya. Semua keistimewaan Sang Nabi yang yang diutus kepada Bani Israel itu tidak dapat dipercaya. Sebab kisah tersebut tertulis dalam sebuah naskah kuno yang tida bisa dijamin kesahihannya.

***

Tanah berubah

Menjadi burung terbang di udara

Bukan karena tangannya tanpa cela

Bayi yang berbicara

Membela kesucian Sang Bunda

Buka karena kemuliaannya

Bukan karena terlahir dengan cara luar biasa

Dengan KUN dia tercipta

Mesias

Seorang hamba

Lihat selengkapnya