Bumi yang Dihujani Rindu

Hadis Mevlana
Chapter #5

Berbagi Hati

“Yakin nggak ada barang lagi yang dimasukkan ke koper?” tanya Fritz, “Nanti bongkar-bongkar lagi.”

“Yakinlah,” timpal Felix, “sebab barang paling penting yang ditunggu-tunggu sudah masuk ke dalam kopernya.”

“Apa?” Fritz penasaran.

“Apa lagi kalau bukan cinderamata dari pujaan hati.”

“Dari Kiara maksudnya?”

“Siapa lagi kalau bukan dia.”

“Tentunya cinderamata spesial,” ledek Fritz sambil melirik ke arahku.

Beberapa saat sebelum aku dan Fritz hendak menjalankan salat zuhur, Kiara datang ke apartemenku bersama Eva. Ia memberiku sebuah cinderamata. Sebagai kenang-kenangan katanya. Sebagaimana yang dilakukan oleh teman-temanku yang lain. Termasuk Eva yang sudah memberikannya lebih dulu. Entah, cinderamata apa yang diberikan Kiara. Kotak kecil pemberiannya itu belum sempat kubuka. Masih terbungkus rapi dengan kertas kado warna biru muda.

Seperti yang sudah-sudah, setiap kali Kiara datang ke tempatku, selalu saja menjadi bahan candaan. Felix kerap menggoda Kiara agar segera menghalalkan cintanya. Pada siapa lagi kalau bukan denganku sebagai korbannya? Aku pun tak lepas dari korban candaan Felix yang saat itu tengah mengemasi barang-barangnya. Aku tak menggubris. Sementara Kiara hanya tersenyum malu-malu.

Namun mendadak semuanya berubah. Perbincangan yang bermula santai penuh canda berubah murka.

“Memangnya kau siap untuk dipoligami?” tanya Felix pada Kiara.

Kiara yang semula duduk menghadapku segera memalingkan wajahnya ke arah Felix.

“Menikah dengan lelaki muslim itu sama saja kau harus siap untuk dimadu. Harus siap berbagi hati dengan wanita lain,” lanjut Felix.

Entah apa sebabnya hingga Felix berbicara seperti itu. Dahiku mengerut sambil menerka-nerka apa sebenarnya maksud Felix menanyakan hal itu pada Kiara. Eva dan Fritz melihat Felix dengan tatapan sinis. Sementara Kiara hanya tersenyum dingin menjawab pertanyaan Felix.

“Memangnya kau ada rencana berpoligami, Fyan?” tanya Eva.

Aku tersenyum mendengar pertanyaan Eva.

“Pertanyaan macam apa ini, hahaha,” jawabku sambil tertawa kecil.

“Yaah barangkali,” lanjut Eva.

“Satu ini aja dulu dihalalin, ya nggak, Fyan?” ucap Fritz melirik ke arahku, lalu memalingkan wajahnya ke arah Kiara.

Kiara tersenyum malu. Ia salah tingkah. Wajahnya berubah menjadi merah.

“Poligami itu diperbolehkan dalam Islam. Tentunya dengan syarat dan ketentuan yang sangat ketat sesuai syariat. Tapi ingat, islam itu memperbolehkan umatnya melakukan praktik poligami bukan mewajibkannya.”

***

“Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan, Fyan. Mumpung kau masih di sini, belum kembali ke Indonesia. Tapi, nanti sajalah. Kau pasti lelah.”

“Ah ... tidak ....”

“Hmmm ... tapi kau jangan tersinggung.”

Aku mulai curiga. Aku yakin Felix akan menanyakan hal-hal yang tak biasa. Pertanyaan-pertanyaan yang tak jauh dari persoalan agama. Aku hafal betul caranya. Jika ia sudah menggunakan kata “jangan tersinggung” sebelum bertanya, tentu ada hal yang akan dikritisi dari kitab suciku, seperti diskusi-diskusi kami sebelumnya.

Lihat selengkapnya