Dalam sunyi aku bertirakat
Menjelmakanmu dalam rangkai aksara
Lalu merapal-rapalnya dalam doa
Merayu Dia
Meminta dengan mesra
Agar kelak menjadikanmu belahan jiwa
Aku hanya tersenyum saat Fritz dan Felix terus menggodaku. Mungkin mereka bermaksud menghibur. Sebab aku terlihat kurang bergairah sejak pertemuan dengan Om Thimoty di apartemen Kiara beberapa waktu lalu. Entah, apa maksud Om Thimoty tempo hari yang meninggalkanku begitu saja tanpa sepatah kata. Reaksi Om Thimoty malam itu membuatku mengambil kesimpulan bahwa ia sudah menolakku. Menolak niat suci untuk menjalani hari-hari bersama dengan putrinya, seorang gadis bermata biru nan jelita rupa dan akhlaknya. Meski aku telah berjanji sepenuh hati akan menjadikan putrinya sebagai wanita paling bahagia.
“O iya, Fel, apa rencanamu setelah ini?” tanyaku mengalihkan pembicaraan mereka.
“Sementara waktu aku akan tinggal bersama Felicia. Rindu sekali dengannya. Sudah lama kami tak bertemu. Apalagi ada Alex, si lucu keponakanku itu,” jawab Felix sambil memasukkan salib yang baru saja dia ambil dari dinding ke dalam kopernya.
Melihat patung Yesus yang tergantung di kayu salib itu membuat Fritz angkat bicara. Awalnya Fritz hanya sekadar bertanya perkara tanggal paskah yang selalu berubah setiap tahunnya. Sebab perayaan paskah memang tidak seperti natal yang senantiasa jatuh di bulan yang sama. Natal selalu jatuh pada bulan Desember tiap tanggal 25 tiap tahunnya. Sementara perayaan paskah selalu berubah-ubah.
Katanya, ia teringat cerita tentang paskah yang pernah Felix ceritakan. Sebuah tragedi berdarah. Menurut keyakinan dalam agama Kristen, hari itu adalah sebuah hari bersejarah. Pada hari itu telah terjadi penyaliban seorang lelaki yang lahir dari seorang perawan Maria, yang dalam keyakinan Felix adalah juru selamatnya. Bermula dari pembahasan tentang paskah itulah akhirnya perbincangan melebar ke pembahasan lainnya.
***
Yudas, anak lelaki Simon Iskariot
Menuai caci lantaran membelot
Tiga puluh keping perak telah menyilaukan hati
Jelang dini hari
Di taman Getsemani usai perayaan roti tak beragi
Kecupannya di pipi Anak Manusia itu bukan pertanda mesra
Ia telah menukar Mesias dengan upah yang murah
“Semestinya Yudas Iskariot itu masuk surga firdaus kan, Fel?” tanya Fritz.
Seketika Felix tersulut amarahnya. Hatinya tersinggung saat Fritz mengajukan sebuah pertanyaan tentang keyakinannya. Tentang seorang tokoh yang menurut Fritz telah begitu berjasa dalam penyaliban. Tentang Yudas. Seorang yang menurut ajaran Kristen telah mencium Mesias untuk menyerahkannya pada penguasa.
“Yaa nggaklah,” jawab Felix tegas, “bagamana mungkin ada seorang pengkhianat masuk surga?”
“Loh bukankah doktrin dalam agamamu itu menyataan bahwa kematian Yesus untuk menebus dosa manusia?”
Felix mengangguk. Frizt melanjutkan pertanyaannya.
“Berarti Yesus memang harus mati, karena jika tidak, maka manusia tidak akan selamat, kan?”
Lagi-lagi Felix mengangguk Fritz pun belum selesai dengan pertanyaannya.
“Bukankah penyebab kematian tersebut adalah karena ada pihak ketiga yang mengeksekusi yaitu tentara Romawi atas hasutan para Rabi Yahudi yang fasik.”
Aku mulai menyadari ada hal yang tak beres dari perbincangan mereka. Sementara Fritz masih terus melanjutkan bicaranya.
“Seharusnya Yudas Iskariot menjadi orang yang paling berjasa atas penyaliban Yesus, sebab tanpa jasanya tersebut maka pengorbanan itu tak akan terjadi,” ucap Fritz dengan polosnya, “logis kan?
Raut wajah Felix mulai berubah. Air mukanya tegang. Tidak sesantai sebelumnya.
“Jika kau mengatakan Yudas Iskariot berjasa, itu sama saja kau mengatakan bahwa setan pun berjasa telah menjerumuskan Adam dan Hawa dalam dosa. Sebab atas dosa Adam dan Hawa itulah Yesus turun ke dunia untuk menebus manusia dari dosa,” tegas Felix.