Bumi yang Dihujani Rindu

Hadis Mevlana
Chapter #8

Aku Ingin Menjadi Detak Nadimu

Kedatangan Kiara kali ini memang tidak semata memberikan sebuah tanda mata. Ada hal yang ingin disampaikannya. Sebuah permintaan maaf. Namun, bukan atas kesalahan yang dia perbuat. Kiara meminta minta maaf atas sikap Om Thimoty, ayahnya. Kiara merasa bersalah atas sikap yang telah dilakukan ayahnya itu kepadaku beberapa waktu lalu. Kiara terus menerus menghubungiku melalui telepon maupun pesan WhatsApp untuk sekadar meminta maaf. Meski aku sudah meyakinkan padanya bahwa aku baik-baik saja. Puncaknya hari ini, ia datang menemuiku. Meminta maaf secara langsung padaku.

“Mohon maaf atas kejadian tempo hari,” ucap Kiara beberapa waktu lalu.

“Iya. Nggak apa-apa. Bukan salahmu. Bukan salah ayahmu. Tidak ada yang bersalah dalam hal ini,” jawabku.

Sabtu, 31 Agustus. Usai acara wisuda di TCU Place, sore harinya Kiara memberitahuku kalau ayah dan ibunya singgah sebentar di apartemennya sebelum kembali ke Regina. Aku membaca pesan yang disampaikannya itu melalui pesan WhatsApp. Aku pikir hanya sebatas informasi biasa saja. Jujur aku kurang peka dengan pesan yang dikirimkan Kiara. Aku mengabaikannya. Hingga jeda beberapa menit akhirnya masuk lagi pesan berikutnya.

Kali ini pesannya sungguh membuat jantungku berdegup tak keruan. Pesan yang tak biasa. Bukan seperti pesan sebelum-sebelumnya saat ia mengajukan pertanyaan diskusi keislaman yang biasa kami lakukan. Seketika adrenalinku melonjak saat membaca pesan yang ia kirimkan. Sebuah pesan begitu menegangkan. Lebih menantang dan menegangkan dibandingkan sidang tesis yang beberapa hari lalu baru saja kutunaikan. Sebuah pesan yang meminta bukti keseriusan atas apa yang telah aku ucapkan beberapa waktu lalu di hadapannya.

 

Ucapanmu tempo hari apakah berarti kau akan menikahiku, Fyan?

Datanglah ke apartemenku

Temuilah ayahku

Itu pun jika kau bersungguh-sungguh

***

Beberapa waktu lalu akhirnya aku memberanikan diri mengungkapkan perasaanku padanya. Tulus. Dari hatiku terdalam kepada dia sang gadis jelita yang akhirnya tercelup hidayah-Nya. Kiara. Entah kekuatan dari mana, akhirnya dengan berani mengungkapkan juga isi hati ini kepadanya. Entah apakah caraku itu benar atau salah. Yang jelas aku hanya berusaha jujur dan menuruti kata hati. Tanpa ada yang memaksa. Mengalir begitu saja. Taman kampus telah menjadi saksi. Betapa aku masih ingat dengan jelas air bening yang keluar dari mata gadis bermata biru saat aku mengucapkan itu. 

 

“Izinkan aku menjadi detak nadimu

Lihat selengkapnya