Felix memicingkan mata. Sepertinya ia sangat yakin dengan kata-katanya bahwa tidak ada tradisi menikah dini dalam kitab sucinya.
“Bagaimana jika aku bisa membuktikannya?”
Felix menggeleng.
“Nah, ini bagian kesukaanku,” ucap Fritz bersemangat, “Kau selalu punya bahan pembandingnya dari sumber lain, Fyan. Tidak hanya dari referensi Islam.”
Fritz tampak senang atas tantanganku kepada Felix. Mungkin karena akhirnya ia akan mendapat bantahan atas tuduhan yang selama ini ditujukan kepada Sang Nabi. Jika bantahan itu bersumber dari sumber Islam saja mungkin sudah biasa. Terkesan subjektif. Namun, beda halnya jika bantahan itu didapati dari sumber referensi lain di luar Islam.
Sikap Felix yang menolak bahwa tidak ada pernikahan usia dini di luar islam mengingatkanku pada sebuah tulisan yang mengangkat isu itu. Aku pernah membaca adanya pernikahan dini dalam tradisi Yahudi. Di buku yang pernah kubaca itu mencatat bahwa pernikahan dini di kalangan tradisonal Yahudi bukanlah hal yang aneh. Sejarah mencatat bahwa bukan hal yang aneh dengan pernikahan dini. Zaman dahulu sudah menjadi hal yang wajar ketika ada seorang wanita Yahudi menikah di usia yang masih dini.
Tradisi memperbolehkan mereka melakukannya. Sebagaimana hal ini tercatat pada sebuah tulisan dari Philip J. King dan Lawrence E. Stager dalam bukunya “Life in Biblical Israel”. mengungkapkan hal tersebut. Tertulis pada halaman ke-37 buku yang diterbitkan oleh Westminster John Knox Press, Louisville pada tahun 2001 bahwa “In ancient Israel, girls married in their teens, even early teens.”[1]
Bahkan lebih jelasnya sejarah telah mencatat, bahwa usia menikah bagi wanita Yahudi zaman dahulu sebagaimana yang dapat kita baca pada sebuah buku berjudul “Everyday Life in the Holy Land“ karya James Neil. Pada halaman ke-223 buku yang diterbitkan Society for Promoting Christian Knowledge, London pada tahun 1913 itu James Neil menuliskan bahwa “Girls are ‘given in marriage’ at eleven or twelve years of age, though this is not the limit. They are frequently married as young as nine.[2]”
Sudah lumrah terjadi pada wanita Yahudi zaman dulu bahwa mereka menikah di usia dini. Saat mereka masih berusia 9, 11 atau 12 tahun. Bahka jika kita mengupas lebih jaih lagi dari catatan sejarah, maka dapat kita ketahui berapa usia minimal usia seorang wanita ketika menikah. Bahkan sangat mencengangkan. Usia tiga tahun adalah batas minimal usia pernikahan seorang wanita Yahudi dan disetujui dalam hukum agama Yahudi.
“Tiga tahun?” kaget Fritz.
“Jangan karena tadi aku mengatakan Nabimu Pedofilia, sekarang kau dengan seenak hati mengatakan hal yang serupa. Jangan mengada-ada, Fyan.” Suara Felix meninggi.
“Tenang, Fel, aku bisa menunjukkannya.”