BUNGA 3 WARNA

Ayu S Sarah
Chapter #7

EMILIA

Ranu Embun lahir di sebuah desa kecil yang memuja laki-laki seperti matahari dan memperlakukan perempuan seperti bayangan—selalu mengikuti, jarang dilihat, dan mudah diabaikan. Patriarki bukan hanya tradisi di desa itu: ia adalah udara.

Emilia, ibunya, hanyalah satu dari sekian banyak perempuan yang terseret arus pemujaan berlebihan pada lelaki. Hasan memilihnya, dan seluruh desa menganggap Emilia beruntung. Tak seorang pun bertanya apakah ia bahagia.

Jika orang hanya melihat dari luar, Emilia adalah perempuan sempurna: cantik, terawat, pandai membawa diri. Ia menikahi lelaki mapan, hidup di rumah besar, dan menjadi gambaran perempuan ideal bagi lingkungan yang memuja keanggunan domestik. Namun di balik itu semua, ia adalah perempuan yang perlahan kehilangan jiwanya.

Hasan menginginkan istri yang cantik, patuh, tidak banyak bicara. Ia menginginkan figur yang memuji, bukan mengkritik. Emilia mencoba mengikuti tuntutan itu bertahun-tahun, hingga kemarahannya berubah menjadi batu besar yang menggelinding tanpa bisa ia hentikan.

“Tahukah kau Mas, aku ingin marah tapi marah pada siapa?” ungkap Emilia suatu malam.

Hasan tidak mengubrisnya. Hal itu yang membuatnya semakin merasa tidak pernah diberikan ruang untuk mengekspresikan pendapat, 

“Mengapa perempuan tidak boleh marah, Mas?” teriak Emilia. Teriakannya sampai membangunkan Embun kecil, dan membuatnya harus menyaksikan ibu dan bapaknya yang terlihat seperti tengah bertengkar.

Hasan menatapnya dengan jijik. “Sebagai perempuan, tidak seharusnya berbuat seperti itu. Perempuan yang marah itu gila.”

Lihat selengkapnya