Sejak terakhir kali bertemu Nilam, ada sesuatu yang mengganjal dalam diri Sal. Sesuatu yanb tidak bisa ia jelaskan, tapi selalu hadir setiap kali ia memikirkan perempuan itu—cara Nilam berbicara, sorot matanya yang misterius, kehadirannya yang tenang tapi menawan. Dan kini Nilam menghilang begitu saja, membuat Sal makin salah tingkah.
Beberapa hari berlalu tanpa kabar dan dihantui perasaan yang begitu menggebu. Akhirnya Sal menyerah pada kegelisahannya dan memutuskan untuk mencari Nilam, dan satu-satunya tempat yang terpikir olehnya hanyalah kedai kopi tempat mereka pernah duduk bersama.
Namun saat sampai, meja yang biasnya ditempati Nilam tampak kosong. Sal menghela napas. “Ke mana kamu pergi kali ini…?”
Ia pulang dengan langkah berat. Dan seolah alam ingin menciptakan drama tambahan, hujan pun tiba-tiba turun deras. Sal menepi ke sebuah halte kecil—dan di sanalah ia melihat sosok perempuan yang ia cari.
Nilam duduk tenang, menatap hujan seakan tak peduli pada dunia. Rambutnya basah, tapi ekspresinya terlihat begitu damai.
Sal melangkah mendekat dan duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa. Mereka membiarkan suara hujan menjadi pembuka percakapan.
“Kamu nunggu hujan berhenti, atau memang suka menikmati hujan begini?” tanya Sal pelan.
Nilam menoleh, sedikit terkejut. Senyuman muncul di bibirnya. “Mungkin keduanya.” Sambil menjawab.
“Semua baik?”
“Aku masih di sini, jadi… kurasa iya, aku baik-baik saja.” Nilam tersenyum. “Kenapa kamu di sini, Sal?”
Sal tidak menjawab pertanyaannya. Ia justru menatap Nilam lebih lama. “Kalau aku nggak ketemu kamu malam ini, aku bakal kecewa.”
Nilam mengangkat alis. “Jadi kamu mencariku?”
“Bagaimana caranya supaya aku bisa nemuin kamu?”
“Kenapa kamu mencariku?” suaranya datar, tapi matanya ingin tahu.
Sal menelan ludah. “Aku nggak tahu. Tapi ada sesuatu tentang kamu yang bikin aku ingin bertemu terus.”
“Kamu cuma penasaran,” gumam Nilam.
“Bisa jadi. Tapi kamu itu… berbeda.”
“Berbeda bagaimana?”
“Entahlah.” Sal tertawa gugup. “Kamu selalu bisa membuat sesuatu terasa berbeda.”
“Apa maksudmu?”
“Setiap bersamamu, aku merasa seperti kita sedang di dunia yang hanya ada kita berdua. Kamu bikin aku tergila-gila.”
Nilam menunduk sedikit, tapi ada senyum tipis di ujung bibirnya.
“Rambutmu basah.” Kata Sal.
“Aku kehujanan,” katanya ringan.