"Selamat pagi, Mang Anwar!"
Djiwa melewati pos security dan melambaikan tangan ke arah kepala keamanan yang sedang duduk di dalam mengamati setiap orang yang datang.
"Selamat pagi, Djiwa." Anwar melongok melalui jendela kecil di sisi kiri. "Kenapa kamu berjalan kaki setiap hari?" tanyanya setengah berteriak.
"Ada tiga alasan," sahut Djiwa cepat.
"Satu!" teriak Anwar seraya mengacungkan jari telunjuk ke udara.
"Bandung sudah tidak lengang seperti sepuluh tahun yang lalu. Sekarang Jakarta saja kalah macet oleh Bandung. Aku tidak memiliki kesabaran untuk mengemudi dan terjebak macet setiap hari."
"Dua!" teriak Anwar lagi.
"Berjalan kaki itu baik untuk tubuh. Dua kilometer setiap pagi akan membuat jantung kita sehat."
"Tiga!"
"Ini yang paling penting." Djiwa memberi jeda dan berdeham. "Aku tidak punya kendaraan apa pun!" teriaknya sambil berlari meninggalkan Anwar yang tertawa melihat sikapnya.
Baru dua bulan bekerja, aura keceriaan Djiwa sudah meluas di seluruh perusahaan. Setiap sudut, setiap lantai, bahkan bagian produksi pun sudah akrab dengan namanya. Orang-orang senang berada di sekitar pemuda itu dan menikmati canda serta tawa yang ia bawa. Bukan hanya karena wajah tampannya, tapi juga karena sikap ramah yang selalu menyapa setiap orang dengan senyuman hangat.
Meskipun sederhana, Djiwa selalu tampil rapi. Setiap hari ia mengenakan kemeja polos yang pilihan warnanya selalu pas dengan kulitnya yang bersih. Dipadukan dengan celana chinos yang menjadikan postur tubuh tingginya tampak lebih proporsional dan menawan.
Rambut model dandy membuat Djiwa kerap dipanggil Oppa oleh gadis-gadis muda yang seringkali sengaja berlama-lama di lobi untuk menunggu kedatangannya. Bahkan Jessica sering menggoda dengan memanggilnya Kyungsoo --seorang aktor dan idol Korea yang terkenal di kalangan anak-anak muda penggemar Kpop.
"Selamat pagi!" Setengah berlari Djiwa menghampiri Kayra yang sedang menunggu lift.
Kayra yang menyadari Djiwa berdiri terlalu dekat dengannya, lantas melangkah ke kiri untuk membangun jarak. "Selamat pagi," sapanya pelan.
"Aku sudah menyelesaikan desain valentine ...."
"Ssttt ...." Kayra memotong ucapan pemuda itu, karena tahu ada Tiara --kepala tim dua-- di belakang mereka.
Selain dikenal dengan mulutnya yang pedas, semua orang tahu bahwa Tiara selalu cemburu kepada Kayra. Di setiap kesempatan, ia akan berusaha menyerang dan menjatuhkan Kayra --meskipun tidak pernah berhasil.
"Oh, maaf," bisik Djiwa segera.
"Hai, Kayra!" Terlambat. Tiara sudah terlanjur mendengar ucapan Djiwa dan berjalan mendekat ke arah mereka.
"Hai, Tiara," sahut Kayra sambil sedikit melirik ke arah gadis berambut separuh biru itu.
"Jadi ini anggota barumu yang terkenal seantero kantor?" Kedua mata Tiara menatap Djiwa dari atas kepala hingga kaki. Di wajahnya terkembang senyum sinis yang terlihat jelas. Pertanda bahwa dirinya akan segera menyerang dengan kalimat pedas yang siap mengoyak perasaan. "Ajari dia memilih outfit yang tepat. Kita bekerja di bidang fashion, setidaknya pakailah sepatu yang lebih mahal. Lihat jam tangannya ... Ya ampun."
Kayra yang tidak pernah terpancing dengan sikap gadis itu, kali ini menoleh dan menatap tajam. "Kamu orang berpendidikan, Tiara. Setidaknya bersikaplah sesuai dengan pendidikanmu," katanya datar dan dingin.