Bunga Kembang Sepatu

Ratselini
Chapter #8

Tiger Lily

"Bu ...."

Kayra menghampiri sang Ibu yang baru kembali dari dapur.

"Kamu belum bersiap?"

"Aku akan bersiap sebentar lagi." Gadis dengan piyama lengan panjang itu menggayutkan tangan di pundak sang ibu seperti anak kecil.

"Ada apa?" tanya Sekar yang menangkap gelagat tak biasa dari putri semata wayangnya.

"Aku ingin bertanya sesuatu," ucap Kayra sambil terus mengikuti ibunya menuju sofa. "Apakah Ibu jatuh cinta sebelum menikah dengan Ayah?" sambungnya.

"Ya. Ibu dan Ayah menjalin hubungan selama tiga bulan, sebelum akhirnya menikah."

"Apa yang membuat Ibu jatuh cinta kepada Ayah?"

Sekar menghela napas dan menatap langit-langit rumah yang bersih. Ia tersenyum mengingat perjalanan hidup sang suami yang luar biasa. "Ayahmu bukan orang yang banyak bicara. Tapi di mana pun dia berada, orang-orang selalu bahagia. Dia adalah lelaki pertama yang membuat Ibu jatuh cinta dan memikirkannya setiap hari. Cobaan hidup yang luar biasa, membuat ayahmu tumbuh menjadi laki-laki hebat yang bertanggung jawab. Ayahnya meninggal sebelum dia lahir. Sejak bayi dia hidup di stasiun bersama telur asin dagangan ibunya. Meski begitu, dia tumbuh menjadi anak yang cerdas. Terbukti, dia selalu juara kelas sejak sekolah dasar."

Ini adalah pertama kali Kayra mendengar kisah tersebut. Karena selama ini, ia tidak pernah berpikir untuk bertanya. "Bagaimana Ibu bisa bertemu dengan Ayah?" tanyanya lagi.

"Ibu dan ayah kuliah di kampus yang sama. Ayahmu adalah peraih beasiswa. Setiap hari setelah kuliah, dia akan berada di stasiun untuk menjual telur asin. Di sanalah pertama kali kami bertemu dan di sana juga pertemuan-pertemuan kami berikutnya."

Kedua mata Sekar berkaca-kaca mengenang momen pertemuan pertamanya dengan sang suami. Momen yang mengubah seluruh jalan hidupnya. Gadis yang lahir dari keluarga berada, menikah dengan seorang pedagang telur asin.

"Telur asin!"

Sekar berlari membelah kerumunan orang-orang yang baru turun dari kereta. Ia mengejar pria berambut tebal sebahu yang sedang membawa keranjang berisi telur asin di pundaknya.

"Mang, telur asin!" teriak sekar lagi dengan napas tersengal. Namun, saat pria itu berbalik, lidahnya seketika kelu, lelahnya setelah berlari saat itu juga hilang. "Tampan." Hanya itu kata yang keluar dari mulutnya.

"Punten, mau telur asin?" Pria tersebut menghampiri Sekar yang sedang tersenyum dengan bibir sedikit terbuka.

"Mau telur asin dua ... Puluh," ucapnya tanpa sadar.

"Dua puluh?" Pria berjaket denim itu tak percaya seseorang akan membeli telur asinnya sebanyak itu. Sebuah permulaan yang baik. Ditambah lagi ibunya sedang sakit di rumah dan membutuhkan biaya berobat.

"Ho-oh, dua puluh." Sekar mengulangi. Ia lupa, bahwa sang ibu hanya memesan dua butir.

Lamunan Sekar pecah mendengar tawa Kayra. Gadis itu tidak percaya, bahwa sang ibu yang dikenal sebagai primadona dan dikejar-kejar puluhan pemuda kaya bisa terpikat oleh pria sederhana penjual telur asin.

"Apa Ayah sangat tampan saat muda?" tanya Kayra masih dengan tawa yang tertahan.

"Ya. Sayang sekali semua foto-foto masa muda kami hanyut terbawa banjir. Tapi ayahmu adalah laki-laki penuh pesona. Saat dia tersenyum, mustahil rasanya hati Ibu tidak berdebar. Setiap tingkahnya akan membuat ibu tertawa. Ayahmu adalah seseorang yang akan disukai oleh siapapun karena sifatnya."

Tawa Kayra sudah reda dan berganti pikirannya yang melanglang buana. Sifat sang ayah yang diceritakan oleh ibunya sama seperti Djiwa, yang setiap leluconnya akan membuat Kayra tertawa. Setiap perbuatan kecilnya akan membuat Kayra merasa istimewa.

Lihat selengkapnya