Bunga Kertas

Aku Ria
Chapter #22

Cocor Bebek

Tadi malam...

Zeta memasang muka kesal ketika Vira sama sekali tidak mendengarkan curhatannya. Padahal sudah cukup lama ia mengoceh, namun Vira masih sibuk sendiri.

"Ra.. Lo dengerin gue ngomong gak sih?" Zeta melempar bantal yang ada di dekatnya ke arah Vira, membuat cewek itu membalikkan badan lalu menaikkan sebelah alis.

"Apa?"

"Tuuh kan... Ish! Gak asik lo."

Vira geleng-geleng menanggapi tingkah Zeta. Cewek itu kembali membalikkan badan dan mulai melakukan aktivitasnya yang sempat tertunda.

Tangan Vira bergerak untuk menyibak satu-persatu baju yang tergantung rapi di dalam lemari pakaian miliknya. Hingga akhirnya, pilihannya jatuh pada dress putih selutut yang sudah lama tidak ia pakai karena sudah tidak muat di badannya. Vira mengambilnya, lalu memberikannya pada Zeta, membuat cewek itu langsung memasang wajah jutek. Sepertinya Zeta marah padanya karena tidak dihiraukan sejak tadi.

"Buruan ambil!" suruh Vira.

"Buat apa? Lo ada acara malam ini?"

"Ya buat lo lah, masa buat gue. Ini dress udah gak muat di badan gue."

"Jangan bertele-tele deh, Ra. Gue gak ngerti."

Vira menghela napas panjang. Menurutnya Zeta-lah yang betele-tele sejak tadi. "Gue tanya sama lo, mau ngapain lo ke rumah gue malam-malam gini?"

"Ma... Mau nginap, gue udah bilang kan tadi."

Vira menatap Zeta curiga lalu mengambil duduk di samping cewek itu. "Yakin? Gue rasa lo gak lupa besok hari apa."

"Hah? Ha... Hari apa?"

"Udahlah, Ta. Gak usah bohong, gue tau. Lusa kita masuk SMA dan itu tandanya besok hari janjian lo sama Rangga buat ketemu di danau kan? Lo kesini cuma cari alasan buat nginap. Padahal lo sebenarnya mau minta bantuan gue, iya kan?"

Kedua mata Zeta membola, ia tidak menyangka jika Vira akan tahu. Apakah cewek itu memiliki keahlian seperti dukun?

"Ko... Kok lo tau sih?"

"Taulah," Vira berdiri.

"Kalau gitu, artinya lo harus turutin semua kemauan gue. Nih, besok lo harus pakai baju ini," katanya sambil menyodorkan dress yang masih ia tenteng di tangan kanannya.

"Enggak, gue pakai kaos biasa aja."

Vira geregetan, masa bodo jika Rangga datang atau tidak, yang penting Zeta harus mau menurutinya.

"Gak bakal gue bantu kalau lo gak mau pake."

"Ra.. Jangan mulai deh, jangan bikin semua rencana yang udah gue lakuin sejak lama gagal."

Vira menatap Zeta tepat di iris matanya. "Mau sampai kapan lo kaya gini? Gue liat lo makin lama makin berubah. Bisa gak, sekali aja lo jadi diri lo sendiri? Buka semua topeng lo itu."

Zeta diam, ia memperhatikan semua make-up yang ada di meja rias kamar Vira. Vira benar, ia terlalu jauh berubah.

"Oke, cuma buat besok."

Vira bersorak bahagia, dia langsung menggantung dress itu ke gantungan yang ada di belakang pintu kamarnya lalu duduk di samping Zeta dengan wajah ceria. Dia berhasil.

"Sekarang giliran lo yang harus jawab pertanyaan gue," kini Zeta yang bersuara membuat Vira menoleh.

"Sampai sekarang lo belum jawab pertanyaan gue, Ra. Jawabannya apa? Gue masih penasaran."

"Hah? Pertanyaan yang mana?" Vira meraih sisir yang ada di atas nakas kemudian perlahan ia menyisir rambut Zeta dari samping.

"Pertanyaan gue tentang, gimana kalau gue suka sama Arkan? Waktu itu lo belum jawab."

Gerakan tangan Vira terhenti sebentar. "Dari kemarin pertanyaan lo itu terus, naksir beneran lo sama itu cowok?"

"Entahlah."

"Lo aja gak tau, ngapain tanya gue?"

Zeta mendongak, menatap langit-langit kamar. Entah mengapa pikirannya sering bercabang akhir-akhir ini. Terkadang ia memikirkan Rangga, namun beberapa menit kemudian pikirannya teralih ke Arkan. Dia tidak bisa mengambil kesimpulan jika ia sudah menyukai Arkan, itu terlalu cepat karena dipikirannya masih ada nama Rangga. Namun terkadang ia bingung, ada masanya saat dia bersama Arkan, ia lupa dengan Rangga. Perasaan ini maksudnya apa?

"Gue gak tahu. Apa beralih ke Arkan itu ide yang bagus, Ra?" tanya Zeta pada Vira yang kini kembali menyisir rambutnya.

"Gak bagus," jawab Vira singkat.

"Kenapa? Kata lo gue harus move on itu tandanya pindah ke lain hati gak masalah kan?"

"Gue tanya deh sekarang sama lo." Vira memperbaiki duduknya. "Tujuan awal lo dekat sama Arkan cuma mau ngelupain Rangga atau benar-benar suka?"

"Benar-benar suka, mungkin?" jawab Zeta sedikit ragu.

"Gue takutnya bukan itu tujuan awal lo, Ta. Gini, sejak awal lo mau temanan sama dia cuma karena dia ingatin lo sama Rangga kan?"

Zeta mengangguk, semua yang dikatakan Vira benar.

"Niat awal lo aja udah salah, Ta."

"Tapi sekarang gue udah gak mikir gitu lagi. Sekarang setiap gue sama Arkan rasanya beda, gue paham kalau Arkan sama Rangga itu beda, gak kaya pemikiran awal gue."

"Contohnya?"

"Saat gue sama Arkan, gue ngerasa deg-degan. Gue juga selalu suka sama perlakuan dia ke gue. Gue yakin perasaan ini karena gue dekat sama Arkan sebagai Arkan, bukan nganggap dia Rangga lagi."

Vira mengangguk paham. "Sekarang, apa lo masih ada perasaan sama Rangga?"

"Kalau yang itu gue gak tau Ra. Sampai sekarang gue masih suka mikirin Rangga, mikirin masa-masa kita dulu. Kalau dibilang gue udah ngelupain dia, itu salah, buktinya gue masih mau datang besok. Itu tandanya gue masih peduli kan? Gue masih berharap kalau dia datang. Tapi disisi lain gue juga mau lepas Ra, perasaan suka gue ke Rangga udah ngerugiin banyak orang."

"Menurut lo, kalau gue pindah hati ke Arkan apa itu salah?" sambung Zeta, bertanya pada Vira.

Vira menggaruk belakang telinganya yang gatal, cukup rumit mendengar kisah cinta ini.

"Menurut gue pindah ke orang lain itu gak salah asalkan lo benar-benar suka sama dia dan masalah lo yang lama udah selesai."

"Jadi gue harus apa?"

"Gini, lo harus yakin dulu kalau perasaan lo itu udah benar buat Arkan. Mungkin saat ini mulut lo bilang udah yakin, tapi gue rasa hati lo gak mikir gitu."

Zeta tidak mengeluarkan suara, ia masih menunggu Vira menyelesaikan kalimatnya.

"Ini masalah hati, lo harus benar-benar yakin. Semisalnya sekarang lo sama Arkan, apa lo yakin gak akan ada nama Rangga di antara kalian? Yakin kalau Rangga balik lo gak akan pindah hati lagi? Lo bakal tetap sama Arkan?"

Lihat selengkapnya